Ini
adalah pengalamanku beberapa bulan lalu di tempat kost pacarku Nina.
Aku sudah terbiasa keluar masuk di tempat kost itu baik itu bersama Nina
atau sendirian. Kadang aku juga nginep kalau kemalaman. Kost ini memang
nggak ada yang ngawasi, pemiliknya hanya datang sebulan sekali ambil
duit.
Suatu hari aku datang ke kost Nina, sialnya pas saat itu
Nina sudah keburu pergi ke Bromo bersama teman kuliahnya. Dalam hatiku
aku mengumpati si Nina yang nggak lagi pamit kek atau ngasih tahu
seperti biasanya. Mentang-mentang dia ada yang naksir lagi trus aku
mulai nggak dianggap lagi.
Akhirnya aku tertangkap dalam godaan nafsu.
“Hai mas,… sedang apa ?” si Eva teman sekost nya Nina datang, wah si Eva nih pasti minta tolong ngetik lagi.
“Minta tolong dong mas,…” pintanya sambil berganyut di daun pintu. Aku pura-pura nggak mau
“Aduh,..
aku bener-bener capek sekarang Va,… kalau kamu sendiri mau pake
komputer ini pake aja” Eva memonyongkan bibirnya, aku tahu dia nggak
lancar ngetik maklum nggak sering make komputer.
“Tolonglah mas,…
aku nggak bisa ngetik lancar nih apalagi ini banyak rumusnya, bisa-bisa
dua lembar selesai dua hari “. Memang sih kalo MSWord pake rumus mesti
klak-klik terusan ngerjakannya.
“Kamu bawa ke rental saja deh, ntar disana ada kok yang mau ketikin”.
“Penuh,… besok sudah harus dikumpulin” jawabnya singkat.
“Duh mahasiswa, kebiasaan pake acara dadakan tuh,… Oke aku ketik tapi
nanti kamu harus pijitin aku. Bagaimana ?” aku mengajukan penawaran.
“Nanti kalo ketahuan Nina ?” Eva memandang langit-langit dan aku memandangi pahanya.
“Enggak,… kan Nina lagi ke Bromo”
Singkatnya
penawaranku diterima dan aku langsung ketik naskah punya Eva. Baru dua
paragraf aku ketik, aku jadi teringat kalau aku juga pernah ketik naskah
semacam ini untuk Nina. So jadi tinggal Copy dan Paste lalu Edit
sedikit dan selesai.
“Di print sekalian nggak nih Va ?” tanyaku pada Eva yang malah asik bolak-balik majalah punya Nina.
“Lho kok cepet sekali, nggak ada yang salah ketik apa ?” ia bangkit dan
mendekat ke arah monitor memeriksa naskah itu. Eva agak membungkuk
membaca hasil ketikanku di monitor. Eh ada kesempatan baik, leher
kaosnya jadi turun dan aku bisa melirik tetek milik Eva. Luar biasa,
sekilas saja aku bisa pastikan tetek milik Eva masih kencang.
“Eh
nakal ya,…” aduh ketahuan deh. Eva segera bangkit dan menutup leher
kaosnya. Aku nyengir-nyengir saja. Tapi dia nggak serius tuh marahnya,
Eva malah senyum-senyum malu sambil memaksakan diri melotot.
“Ntar aku bilangin Nina lho, mas suka ngintip” ancamnya lagi.
“Ah bukannya kamu yang suka ngintip kalo aku pas tidur sama Nina”, aku
balikan kata sambil menyalakan printer. Memang Eva pernah ketahuan
ngintip pas aku sedang minta jatah biologis sama Nina.
“Nih ” empat lembar naskah itu sudah tercetak dan aku serahkan sama Eva.
“Trims ya mas,…. Jadi nggak pijit nya ?”
“Oh ya jadi dong,…”
Aku
tiduran di ranjang dan Eva memijiti punggungku. Pintu aku tutup tapi
nggak aku kunci. Aku melepaskan baju yang aku pakai, aku bilang takut
kusut. Pijatan Eva terasa enak sekali malah seperti sudah prof. Dari
leher sampai pinggang diurut dengan seksama.
“Va,… kamu cerita sama Budi (pacarnya Eva) nggak ?” tanyaku membuka kebisuan.
“Cerita apa ?”
“Tentang yang kamu intip itu”
“Ah ya enggak dong ”
“Bener ?”
“Iya,..!!!”
Dua puluh menit aku dipijitin sama si Eva lalu dia mengeluh capek. Aku menawarakan diri untuk gantian pijit.
“Ah enggak ah, geli,…”.
“Tapi enak lho Va percaya deh” mulanya dia nolak tapi akhirnya mau
juga. Aku bangkit sambil aku geser dia untuk naik ke ranjang. Aku pijit
mulai dari lehernya lalu turun ke punggung dan pinggang. Aku perhatikan
paha bagian belakang Eva mulusnya bukan main, putih lagi.
“Va kamu pernah nggak main sama Budi ?” aku beranikan diri untuk masuk ke dalam topik yang rada ngeres.
“Main apaan ?”
“Main kayak aku sama Nina”
“Ehm,… mulai aneh-aneh ya,…”
“Cuma nanya kok ”
“Kalo pernah kenapa dan kalo belum pernah juga kenapa ?”
“Yah nggak apa-apa, cuma pingin tahu aja, kamu tahu aku sama Nina, aku juga kepingin tahu kamu dengan Budi”
“Nggak ah,… nggak aku jawab”
“Ah berarti pernah nih”
“Lho kok bisa ambil kesimpulan?”
“Iya biasanya kalo belum pernah pasti jawabnya tegas belum”
“Terus, kalo aku sudah pernah main sex begitu sama Budi kenapa juga”
“Yah,… barangkali,….” Aku sengaja nggak nerusin kata-kataku.
“Barangkali apa ?!”
“barangkali aku boleh coba”
“Ah nggak mau,….”
“Kenapa,…”
“Aku takut, punya mas besar sekali”
“Justru yang besar itu yang enak tahu ”
“Ah
masak ?” Eva memutar badannya dari yang tadinya telungkup jadi
telentang. Aku nggak buang waktu lagi, aku segera menindihnya. Eva
gelagepan ketika aku serang teteknya yang membuat aku penasaran dari
tadi. Aku ciumi lehernya sampai dia terengah-engah kehabisan nafas.
Ketika aku dapatkan bibirnya tanganku mulai melepasi kaos dan celana
pantai sekalian cd-nya. Aku tangkap gundukan daging di selangkangannya
dan dengan jari tengahku aku gosok lipatan dagingnya yang sudah becek
dengan lendir. Eva jadi Ahhh uhhhh sambil menggelinjang ke kanan dan ke
kiri.
Tiba tiba Eva jadi buas, ia mendorong tubuhku dan duduk
diatas perutku membelakangi aku. Dengan terburu-buru ia melepaskan ikat
pinggang celana yang aku pakai. Aku ngeri takut kalau resleting celanaku
makan korban. Dan sebentar saja Eva sukses menurunkan celana yang aku
pakai sebatas lutut. Dan bongkahan daging yang sedari tadi sudah
membengkak diselangkanganku menyembul keluar. Eva meremasnya kuat-kuat
sebelum ia memundukkan pantatnya ke arah mukaku dan “slup” bongkahan
dagingku itu sudah masuk dalam mulutnya. Nggak nyangka, Eva yang selama
ini aku kira diem eh ternyata,…. Boleh juga permainannya.
Aku
juga nggak tinggal diam, memiaw Eva yang hampir tanpa bulu itu sudah
terpampang didepan mukaku dan aku hisap serta jilati sepuasnya. Lidahku
aku julurkan mencoba menerobos ke dalam lobang memiaw Eva. Sejenak ia
melepaskan kulumannya dan menengadah sambil merancu “Ehhh lagi mas ehhh
terus terus yah yang itu ehhhh” ….
Aku nggak tahan lagi didiemin
barangku. Segera aku dorong pantat Eva sehingga ia telungkup lagi dan
aku arahkan rudal scottku ke balik pahanya.
“Agak diangkat dikit
dong Va” pintaku supaya Eva agak nungging. Ia menuruti sambil membuka
selangkangannya lebih lebar. Dan aku mulai membenamkan rudalku dalam
memiawnya. Ia meringis dan katanya punyaku lebih besar dari pada milik
si Budi. Tapi ketika aku mulai membenamkan lebih dalam lagi Eva melotot
dan mengaduh kesakitan. Mungkin karena ia baru pertama kali ini
mendapatkan the real penis macam punya aku. Aku diamkan sebentar sambil
menenangkan Eva. Kalau gara-gara ini akhirnya di cancel wah rugi dong
aku.
Aku mulai pelan pelan menarik dan membenamkannya lagi
sampai Eva terbiasa. Nggak seberapa lama kok, lima enam kali memiaw Eva
sudah bisa adaptasi dengan punyaku. Meskipun begitu lobang memiaw Eva
masih terasa menggenggam batang dagingku erat sekali. Jadi ingat rasanya
seperti pertama aku memperawani si Nina dulu. Nggak sampai sepuluh
menit Eva sudah kejang melepaskan orgasmenya yang pertama. Ah dasar
pemula sih. Aku berhenti sejenak disaat aku sudah sampai pada tujuh
puluh lima persen hampir orgasme.
Aku bangkitkan lagi gairahnya
dengan meremas kedua puting tetek Eva dari belakang. Berhasil, Eva mulai
menggoyangkan lagi pantatnya dan aku nggak buang waktu lagi, aku segera
mengayunkan ke depan dan kebelakang mengimbanginya. Eva orgasme sampai
empat kali sebelum yang kelimanya aku dan Eva orgasme bareng-bareng. Aku
hamburkan semua spermaku dalam memiaw Eva yang berdenyut kuat dan aku
tertidur.
Aku bangun sekitar pukul setengah sembilan dengan
kemaluan masih menancap dalam memiaw Eva. Aku bangunkan dia dan,…
asiknya si Eva jadi minta lagi. Malam itu aku ganti ganti style mulai
dari frontal, berdiri, doggy style juga dengan duduk diatas kursi. Aku
bermalam di tempat kost itu kali ini bukan di kamar Nina tapi di kamar
Eva. Aku jadi nggak kesepian lagi meski Nina ke Bromo sampai empat hari
dan empat hari itu aku dan Eva menggunakan kesempatan sebaik-baiknya.
Eva
pindah kost setelah dua minggu sejak itu. Tempat kost baru Eva sejenis
dengan tempat kost sebelumnya bebas keluar masuk. Aku dapat dua jatah
satu dengan Nina satu lagi dengan Eva. Terus terang aku lebih suka main
dengan Nina yang lebih prof daripada Eva. Beberapa hal yang aku suka
pada tubuh Eva adalah memiawnya yang nggak terlalu banyak bulu dan
teteknya yang begitu ranum, sedang yang aku suka pada Nina adalah teknik
main sexnya yang luar biasa. Sorry nggak sempat aku ceritakan disini,
mungkin lain kali. Buat Budi aku minta maaf telah melanggar kebunmu,
habis menurut Eva kamu kurang bersungguh-sungguh dan selalu ketakutan
dengan kehamilan.