Bila aku seorang duda yang tak punya istri,kesepian melanda akan selalu
aku rasa setiap malam.Kadang aku merenung dengan menatap langit tak
berbintang di cela jendela kamar tidurku,sambil melihat foto-foto Jadul
bersama istriku.Rindu suasana-suasana yang pernah aku lewati bersama
istriku dulu.Kini aku sendiri tanpa seorang pendamping hidup kadang aku
merasa Tuhan tidak adil kepada ku,mengapa Tuhan aku belum dipertemukan
belahan jiwa yang untuk kesekian kalinya untuk menjaga dan menemani
serta melewati hari-hari yang indah di dunia fana ini.Sekarang aku hanya
pasrah menerima keadaan Ini.Tak terasa dalam kesunyianku aku mendapat
sebuah kehangatan tubuh gadis belia,kejadian ini aku alami bersama
seorang gadis umur belasan.Lebih jelasnya aku akan mencoba tulis kisah
ku ini untuk teman-teman yang setia berkunjung ke cerita panas, semoga
cerita ini tidak membosankan.
Fanny Damayanti, adalah seorang
gadis dengan wajah cantik, alis matanya melengkung, dan mata indah serta
jernih, dilindungi oleh bulu mata lentik, hidung mancung serasi
melengkapi kecantikannya, ditambah dengan bibir mungil merah alami yang
serasi pula dengan wajahnya. Rambutnya yang hitam dan dipotong pendek
menjadikannya lebih menarik, kulitnya putih mulus dan terawat, badannya
mulai tumbuh begitu indah dan seksi. Dia tumbuh di kalangan keluarga
yang cukup berada dan menyayanginya. Usianya baru 15 tahun, kadang
sifatnya masih kekanakan. Badannya tidak terlalu tinggi berkisar 155 cm,
badannya ideal dengan tinggi badannya, tidak terlalu gemuk atau terlalu
kurus.
Seminggu yang lalu Fanny mulai rutin mengikuti les privat
Fisika di rumahku, Renne Lobo, aku seorang duda. Aku mempunyai sebuah
rumah mungil dengan dua buah kamar, diantaranya ada sebuah kamar mandi
yang bersih dan harum. Kamar depan diperuntukkan ruang kerja dan
perpustakaan, buku-buku tersusun rapi di dalam rak dengan warna-warna
kayu, sama seperti meja kerja yang di atasnya terletak seperangkat
komputer. Sebuah lukisan yang indah tergantung di dinding, lukisan itu
semakin tampak indah di latar belakangi oleh warna dinding yang serasi.
Ruang tidurnya dihiasi ornamen yang serasi pula, dengan tempat tidur
besar dan pencahayaan lampu yang membuat suasana semakin romantis. Ruang
tamu ditata sangat artistik sehingga terasa nyaman.
Rumahku
memang terkesan romantis dengan terdengar pelan alunan lagu-lagu cinta,
Fanny sedang mengerjakan tugas yang baru kuperintahkan. Dia terlalu
asyik mengerjakan tugas itu, tanpa sengaja penghapusnya jatuh
tersenggol. Fanny berusaha menggapai ke bawah bermaksud untuk
mengambilnya, tapi ternyata dia memegang tanganku yang telah lebih dulu
mengambilnya. Fanny kaget melihat ke arahku yang sedang tersenyum
padanya. Fanny berusaha tersenyum, saat tangan kirinya kupegang dan
telapak tangannya kubalikkan dengan lembut, kemudian kutaruh penghapus
itu ke dalam telapak tangannya.
Aku sebagai orang yang telah
cukup berpengalaman dapat merasakan getaran-getaran perasaan yang
tersalur melalui jari-jari gadis itu, sambil tersenyum aku berkata,
“Fan, kamu tampak lebih cantik kalau tersenyum seperti itu”. Kata-kataku
membuat gadis itu merasa tersanjung, dengan tidak sadar Fanny mencubit
pahaku sambil tersenyum senang.
“Udah punya pacar Fan?”, godaku sambil menatap Fanny.
“Belum, Kak!”, jawabnya malu-malu, wajahnya yang cantik itu bersemu merah.
“Kenapa, kan temen seusiamu sudah mulai punya pacar”, lanjutku.
“Habis mereka maunya cuma hura-hura kayak anak kecil, caper”, komentarnya sambil melanjutkan menulis jawaban tugasnya.
“Ohh!”, aku bergumam dan beranjak dari tempat duduknya, mengambil minuman kaleng dari dalam kulkas.
“Minum Coca Cola apa Fanta, Fan?”, lanjutku.
“Apa ya! Coca Cola aja deh Kak”, sahutnya sambil terus bekerja.
Aku
mambawa dua kaleng minuman dan mataku terus melihat dan menelusuri
tubuh Fanny yang membelakangi, ternyata menarik juga gadis ini, badannya
yang semampai dan bagus cukup membuatku bergairah, pikirku sambil
tersenyum sendiri.
“Sudah Kak”, suara Fanny mengagetkan
lamunanku, kuhampiri dan kusodorkan sekaleng Coca-Cola kesukaan gadis
itu. Kemudian aku memeriksa hasil pekerjaan itu, ternyata benar semua.
“Ahh, ternyata selain cantik kamu juga pintar Fan “, pujiku dan membuat Fanny tampak tersipu dan hatinya berbunga-bunga.
Aku
yang sengaja duduk di sebelah kanannya, melanjutkan menerangkan
pemecahan soal-soal lain, Bau wangi parfum yang kupakai sangat lembut
dan terasa nikmat tercium hidung, mungkin itu yang membuatnya tanpa
sadar bergeser semakin dekat padaku.
Pujian tadi membuatnya tidak
dapat berkonsentrasi dan berusaha mencoba mengerti apa yang sedang
dijelaskan, tapi gagal. Aku yang melihatnya tersenyum dalam hati dan
sengaja duduk menyamping, agak menghadap pada gadis itu sehingga
instingku mengatakan hatinya agak tergetar.
“Kamu bisa ngerti yang baru kakak jelaskan Fan”, kataku sambil melihat wajah Fanny lewat sudut mata.
Fanny
tersentak dari lamunannya dan menggeleng, “Belum, ulang dong Kak!”,
sahutnya. Kemudian aku mengambil kertas baru dan diletakkan di depannya,
tangan kananku mulai menuliskan rumus-rumus sambil menerangkan, tangan
lainnya diletakkan di sandaran kursi tempatnya duduk dan sesekali aku
sengaja mengusap punggungnya dengan lembut.
Fanny semakin tidak
bisa berkonsentrasi, saat merasakan usapan lembut jari tanganku itu,
jantungnya semakin berdegup dengan keras, usapan itu kuusahakan senyaman
dan selembut mungkin dan membuatnya semakin terlena oleh perasaan yang
tak terlukiskan. Dia sama sekali tidak bisa berkonsentrasi lagi. Tanpa
terasa matanya terpejam menikmati belaian tangan dan bau parfum yang
lembut.
Dia berusaha melirikku, tapi aku cuek saja, sebagai
perempuan yang selalu ingin diperhatikan, Fanny mulai mencoba menarik
perhatianku. Dia memberanikan diri meletakkan tangan di atas pahaku.
Jantungnya semakin berdegup, ada getaran yang menjalar lembut lewat
tanganku.
Selesai menerangkan aku menatapnya dengan lembut, dia
tak kuasa menahan tatapan mata yang tajam itu, perasaannya menjadi tak
karuan, tubuhnya serasa menggigil saat melihat senyumku, tanpa sadar
tangan kirinya meremas lembut pahaku, akhirnya Fanny menutup mata karena
tidak kuat menahan gejolak didadanya. Aku tahu apa yang dirasakan gadis
itu dengan instingku.
“Kamu sakit?”, tanyaku berbasa basi. Fanny
menggelengkan kepala, tapi tanganku tetap meraba dahinya dengan lembut,
Fanny diam saja karena tidak tahu apa yang harus dilakukan. Aku genggam
lembut jari tangan kirinya.
Udara hangat menerpa telinganya dari
hidungku, “Kamu benar-benar gadis yang cantik, dan telah tumbuh dewasa
Fan”, gumamku lirih. pujian itu membuat dirinya makin bangga, tubuhnya
bergetar, dan nafasnya sesak menahan gejolak di dadanya. Dan Fanny
ternyata tak kuasa untuk menahan keinginannya meletakkan kepalanya di
dadaku, “Ahh..”, Fanny mendesah kecil tanpa disadari.
Aku sadar
gadis ini mulai menyukaiku, dan berhasil membangkitkan perasaan
romantisnya. Tanganku bergerak mengusap lembut telinga gadis itu,
kemudian turun ke leher, dan kembali lagi naik ke telinga beberapa kali.
Fanny merasa angan-angannya melambung, entah kenapa dia pasrah saja
saat aku mengangkat dagunya, mungkin terselip hatinya perasaan ingin
terus menikmati belaian-belaian lembut itu.
“Kamu memang sangat cantik dan aku yakin jalan pikiranmu sangat dewasa, Aku kagum!”, kataku merayu.
Udara
hangat terasa menerpa wajahya yang cantik, disusul bibir hangatku
menyentuh keningnya, lalu turun pelan ke telinga, hangat dan lembut,
perasaan nikmat seperti ini pasti belum pernah dialaminya. Anehnya dia
menjadi ketagihan, dan merasa tidak rela untuk cepat-cepat mengakhiri
semua kejadian itu.
“Ja.., jangan Kak”, pintanya untuk menolak.
Tapi dia tidak berusaha untuk mengelak saat bibir hangatku dengan lembut
penuh perasaan menyusuri pipinya yang lembut, putih dan halus, saat
merasakan hangatnya bibirku mengulum bibirnya yang mungil merah merekah
itu bergeter, aku yakin baru pertama kali ini dia merasakan nikmatnya
dikulum dan dicium bibir laki-laki.
Jantung di dadanya berdegup
makin keras, perasaan nikmat yang menyelimuti hatinya semakin membuatnya
melambung. “Uuhh..!”, hatinya tergelitik untuk mulai membalas ciuman
dan kuluman-kuluman hangatku.
“Aaahh..”, dia mendesah merasakan
remasanku lembut di payudara kiri yang menonjol di dadanya, seakan tak
kuasa melarang. Dia diam saja, remasan lembut menambah kenikmatan
tersendiri baginya.
“Dadamu sangat indah Fan”, sebuah pujian yang
membuatnya semakin mabuk, bahkan tangannya kini memegang tanganku,
tidak untuk melarangnya, tapi ikut menekan dan mengikuti irama remasan
di tanganku. Dia benar-benar semakin menikmatinya. Serdadukupun mulai
menegang.
“Aaahh”, Fanny mendesah kembali dan pahanya
bergerak-gerak dan tubuhnya bergetar menandakan vaginanya mulai basah
oleh lendir yang keluar akibat rangsangan yang dialaminya, hal itu
membuat vaginanya terasa geli, merupakan kenikmatan tersendiri. Dia
semakin terlena diantara degup-degup jantung dan keinginannya untuk
mencapai puncak kenikmatan. Diimbanginya kuluman bibir dan remasan
lembut di atas buah dadanya.
Saat tanganku mulai membuka kancing baju seragamnya, tangannya mencoba menahannya.
“Jangan
nanti dilihat orang”, pintanya, tapi tidak kupedulikan. Kulanjutkan
membuka satu persatu, dadanya yang putih mulus mulai terlihat, buah
dadanya tertutup bra warna coklat.
Seakan dia sudah tidak peduli
lagi dengan keadaannya, hanya kenikmatan yang ingin dicapainya, dia
pasrah saat kugendong dan merebahkannya di atas tempat tidur yang
bersprei putih. Di tempat tidur ini aku merasa lebih nyaman, semakin
bisa menikmati cumbuan, dibiarkannya dada yang putih mulus itu makin
terbuka.
“Auuuhh”, bibirku mulai bergeser pelan mengusap dan
mencium hangat di lehernya yang putih mulus. “Aaaahh”, dia makin
mendesah dan merasakan kegelian lain yang lebih nikmat.
Aku
semakin senang dengan bau wangi di tubuhnya. “Tubuhmu wangi sekali”,
kembali rayuan itu membuatnya makin besar kepala. Tanganku itu dibiarkan
menelusuri dadanya yang terbuka. Fanny sendiri tidak kuasa menolak,
seakan ada perasaan bangga tubuhnya dilihat dan kunikmati. Tanganku kini
menelusuri perutnya dengan lembut, membuatnya menggelinjang kegelian.
Bibir hangatku beralih menelusuri dadanya.
“Uhh.!”, tanganku
menarik bajunya ke atas hingga keluar dari rok abu-abunya, kemudian
jari-jarinya melepas kancing yang tersisa dan menari lembut di atas
perutnya. “Auuuhh” membuatnya menggelinjang nikmat, perasaannya
melambung mengikuti irama jari-jariku, sementara serdaduku terasa makin
tegang.
Dia mulai menarik kepalaku ke atas dan mulai mengimbagi
ciuman dan kuluman, seperti caraku mengulum dan mencium bibirnya.
“Ooohh”, terdengar desah Fanny yang semakin terlena dengan ciuman hangat
dan tarian jari-jariku diatas perutnya, kini dada dan perutnya terlihat
putih, mulus dan halus hanya tertutup bra coklat muda yang lembut.
Aku
semakin tegang hingga harus mengatur gejolak birahi dengan mengatur
pernafasanku, aku terus mempermainkan tubuh dan perasaan gadis itu,
kuperlakukan Fanny dengan halus, lembut, dan tidak terburu-buru, hal ini
membuat Fanny makin penasaran dan makin bernafsu, mungkin itu yang
membuat gadis itu pasrah saat tanganku menyusup ke belakang, dan membuka
kancing branya.
Tanganku mulai menyusup di bagian dada yang menonjol di bawah bra gadis itu, terasa kenyal dan padat di tanganku.
“Aaahh..
Uuuhh. ooohh”, Fanny menggelinjang gelinjang geli dan nikmat, jemari
itu menari dan mengusap lembut di atas buah dadanya yang mulai
berkembang lembut dan putih, seraya terus berpagutan. Dia merasa semakin
nikmat, geli dan melambungkan angan-angannya.
Ujung jariku mulai
mempermainkan puting susunya yang masih kecil dan kemerahan itu dengan
sangat hati-hati. “Kak.. Aaahh.. uuhh.. ahh”. Fanny mulai menunjukkan
tanda-tanda terangsang hingga berusaha ikut membuka kancing bajuku, agak
susah, tapi dia berhasil. Tangannya menyusup kebalik baju dan mengelus
dadaku, sementara birahinya makin memuncak. “Ngghh.. “, vaginanya yang
basah semakin membuatnya nikmat, pikirku. Fanny menurut ketika badannya
diangkat sedikit, dibiarkannya baju dan branya kutanggalkan, lalu
dilempar ke samping tempat tidur.
Sekarang tubuh bagian atasnya
tidak tertutup apapun, dia tampak tertegun dan risih sejenak, saat
mataku menelusuri lekuk tubuhnya. Di sisi lain dia merasa kagum dengan
dua gunung indah yang masih perawan yang menyembul di atas dadanya,
belum pernah terjamah oleh siapapun selain dirinya sendiri. Sedangkan
aku tertegun sejenak melihat pemandangan di depan mataku, birahiku
bergejolak kembali, aku berusaha mengatur pernafasan, karena tidak ingin
melepaskan nafsu binatangku hingga menyakiti perasaan gadis cantik yang
tergolek pasrah di depanku ini.
Aku mulai mengulum buah dada
gadis itu perlahan, terasa membusung lembut, putih dan kenyal.
Diperlakukan seperti itu Fanny menggelinjang, “Ahh.. uuuhh.. aaahh”.
Pengalaman pertamanya ini membuat angan-angannya terbang tinggi. Buah
dadanya yang putih, lembut, dan kenyal itu terasa nikmat kuhisap lembut,
tarian lidah diputing susunya yang kecil kemerahan itu mulai berdiri
dan mengeras.
“Aaahh..!”, dia merintih geli dan makin mendekap
kepalaku, vaginanya mungkin kini terasa membanjir. Birahinya semakin
memuncak. “Kak.. ahh, terus Kak.. ahh.. Uhh”, rintihnya makin panjang.
Aku terus mempermainkan buah dada gadis lugu itu dengan bibir dan
lidahku, sambil membuka kancing bajuku sendiri satu persatu, kemudian
baju itu kutanggalkan, terlihat dadaku yang bidang dan atletis.
Kembali
ujung bibirnya kukulum, terasa geli dan nikmat. Saat Fanny akan
membalas memagutnya, telapak tangannya kupegang dan kubimbing naik ke
atas kepalanya. Aku mulai mencium dan menghisap lembut, dan menggigit
kecil tangan kanannya, mulai dari pangkal lengan, siku sampai ujung
jarinya diisap-isap. Membuatnya bertambah geli dan nikmat. “Geli.. ahh..
ohh!”
Perasaannya melambung kembali, ketika buah dadanya
dikulum, dijilati dan dihisap lembut. “Uuuhh.!”, dia makin mendekapkan
kepalaku, itu akan membuat vaginanya geli, membuat birahinya semakin
memuncak.
“Kak.. ahh, terus kak.. ahh.. ssst.. uhh”, dia merintih
rintih dan menggelinjang, sesekali kakinya menekuk ke atas, hingga
roknya tersingkap.
Sambil terus mempermainkan buah dada gadis
itu. aku melirik ke paha mulus, indah terlihat di antara rok yang
tersingkap. Darahku berdesir, kupindahkan tanganku dan terus menari naik
turun antara lutut dan pangkal paha putih mulus, masih tertutup celana
yang membasah, Aku merasakan birahi Fanny semakin memuncak. Aku terus
mempermainkan buah dada gadis itu.
“Kak.. ahh, terus Kak.. ahh..
uhh”, terdengar gadis itu merintih panjang. Aku dengan pelan dan pasti
mulai membuka kancing, lalu menurunkan retsleting rok abu-abu itu,
seakan Fanny tidak peduli dengan tindakanku itu. Rangsangan yang membuat
birahinya memuncak membuatnya bertekuk lutut, menyerah.
“Jangan
Kak.. aahh”, tapi aku tidak peduli, bahkan kemudian Fanny malah membantu
menurunkan roknya sendiri dengan mengangkat pantatnya. Aku tertegun
sejenak melihat tubuh putih mulus dan indah itu. Kemudian badan gadis
itu kubalikkan sehingga posisinya tengkurap, bibirku merayap ke leher
belakang dan punggung.
“Uuuhh”, ketika membalikkan badan, Fanny
melihat sesuatu yang menonjol di balik celana dalamku. Dia kaget, malu,
tapi ingin tahu. “Aaahh”. Fanny mulai merapatkan kakinya, ada perasaan
risih sesaat, kemudian hilang kalah oleh nafsu birahi yang telah
menyelimuti perasaannya. “Ahh..”, dia diam saja saat aku kembali mencium
bibirnya, membimbing tangannya ke bawah di antara pangkal paha, dia
kini memegang dan merasakan serdadu yang keras bulat dan panjang di
balik celanaku, sejenak Fanny sejenak mengelus-elus benda yang membuat
hatinya penasaran, tapi kemudian dia kaget dan menarik tangannya.
“Aaahh”,
Fanny tak kuberikan kesempatan untuk berfikir lain, ketika mulutku
kembali memainkan puting susu mungil yang berdiri tegak dengan indahnya
di atas tonjolan dada. Vaginanya terasa makin membanjir, hal ini membuat
birahinya makin memuncak. “Ahh.. ahh.. teruuus.. ahh.. uhh”, sambil
terus memainkan buah dadanya, tanganku menari naik turun antara lutut
dan pangkal pahanya yang putih mulus yang masih tertutup celana. Tanpa
disadarinya, karena nikmat, tanganku mulai menyusup di bawah celana
dalamnya dan mengusap-usap lembut bawah pusar yang mulai ditumbuhi
rambut, pangkal paha, dan pantatnya yang kenyal terbentuk dengan
indahnya bergantian.
“Teruuuss.. aaahh.. uuuhh”, karena geli dan
nikmat Fanny mulai membuka kakinya, jari-jari Rene yang nakal mulai
menyusup dan mengelus vaginanya dari bagian luar celana, birahinya
memuncak sampai kepala.
“Ahh.. terus.. ahh.. ohh”, gadis itu
kaget sejenak, kemudian kembali merintih rintih. Melihat Fanny
menggelinjang kenikmatan, tanganku mencoba mulai menyusup di balik
celana melalui pangkal paha dan mengelus-elus dengan lembut vaginanya
yang basah lembut dan hangat. Fanny makin menggelinjang dan birahinya
makin membara. “Ahh.. teruusss ooh”, Fanny merintih rintih kenikmatan.
Aku
tahu gadis itu hampir mencapai puncak birahi, dengan mudah tanganku
mulai beraksi menurunkan celana dalam gadis itu perlahan. Benar saja,
Fanny membiarkannya, sudah tidak peduli lagi bahkan mengangkat pantat
dan kakinya, sehingga celana itu terlepas tanpa halangan.
Tubuh
gadis itu kini tergolek bugil di depan mataku, tampak semakin indah dan
merangsang. Pangkal pahanya yang sangat bagus itu dihiasi bulu-bulu
lembut yang mulai tumbuh halus. Vaginanya tampak kemerahan dan basah
dengan puting vagina mungil di tengahnya. Aku terus memainkan puting
susu yang sekarang berdiri tegak sambil terus mengelus bibir vagina
makin membanjir. “Kak.. ahh, terus Kak.. ahh.. uhh”.
Vagina yang
basah terasa geli dan gatal, nikmat sampai ujung kepala. “Kak.. aahh”,
Fanny tak tahan lagi dan tangannya menyusup di bawah celana dalamku dan
memegang serdadu yang keras bulat dan panjang itu. Fanny tidak merasa
malu lagi, bahkan mulai mengimbangi gerakanku.
Aku tersenyum
penuh kemenangan melihat tindakan gadis itu, secara tidak langsung gadis
itu meminta untuk bertindak lebih jauh lagi. Aku melepas celana
dalamku, melihat serdaduku yang besar dan keras berdiri tegak dengan
gagahnya, mata gadis itu terbelalak kagum.
Sekarang kami tidak
memakai penutup sama sekali. Fanny kagum sampai mulutnya menganga
melihat serdadu yang besar dan keras berdiri tegak dengan gagahnya, baru
pertama kali dia melihat benda itu. Vaginanya pasti sudah sangat geli
dan gatal, dia tidak peduli lagi kalau masih perawan, kemudian telentang
dan pelan-pelan membuka leber-lebar pahanya.
Sejenak aku
tertegun melihat vagina yang bersih kemerahan dan dihisi bulu-bulu yang
baru tumbuh, lubang vaginanya tampak masih tertutup selaput perawan
dengan lubang kecil di tengahnya.
Fanny hanya tertegun saat aku
berada di atasnya dengan serdadu yang tegak berdiri. Sambil bertumpu
pada lutut dan siku, bibirku melumat, mencium, dan kadang menggigit
kecil menjelajahi seluruh tubuhnya. Kuluman di puting susu yang disertai
dengan gesekan-gesekan ujung burung ke bibir vaginanya kulakukan dengan
hati-hati, makin membasah dan nikmat tersendiri. “Kak.. ahh, terus
ssts.. ahh.. uhh”, birahinya memuncak bisa-bisa sampai kepalanya terasa
kesemutan, dipegangnya serdaduku. “Ahh” terasa hangat dan kencang.
“Kak..
ahh!”, dia tak dapat lagi menahan gejolak biraninya, membimbing
serdaduku ke lubang vaginanya, dia mulai menginginkan serdaduku
menyerang ke lubang dan merojok vaginanya yang terasa sangat geli dan
gatal. “Uuuhh.. aaahh”, tapi aku malah memainkan topi baja serdaduku
sampai menyenggol-nyenggol selaput daranya. “Ooohh Kak masukkan ahh”,
gadis itu sampai merintih rintih dan meminta-minta dengan penuh
kenikmatan.
Dengan hati-hati dan pelan-pelan aku terus
mempermainkan gadis itu dengan serdaduku yang keras, hangat tapi lembut
itu menyusuri bibir vagina.
“Ooohh Kak masukkan aaahh”, di sela
rintihan nikmat gadis itu, setelah kulihat puting susunya mengeras dan
gerakannya mulai agak lemas, serdadu mulai menyerang masuk dan menembus
selaput daranya, Sreetts “Aduuhh.. aahh”, tangannya mencengkeram bahuku.
Dengan begitu, Fanny hanya merasa lubang vaginanya seperti digigit
nyamuk, tidak begitu sakit, saat selaput dara itu robek, ditembus
serdaduku yang besar dan keras. Burungku yang terpercik darah perawan
bercampur lendir vaginanya terus masuk perlahan sampai setengahnya,
ditarik lagi pelan-pelan dan hati-hati. “Ahh”, dia merintih kenikmatan.
Aku
tidak mau terburu-buru, aku tidak ingin lubang vagina yang masih agak
seret itu menjadi sakit karena belum terbiasa dan belum elastis. Burung
itu masuk lagi setengahnya dan.. Sreeets “Ohh..”, kali ini tidak ada
rasa sakit, Fanny hanya merasakan geli saat dirasakan burung itu keluar
masuk merojok vaginanya. Fanny menggelinjang dan mengimbangi gerakan dan
mendekap pinggangnya.
“Kak.. ahh, terus Kak.. ohh.. uhh”,
serdaduku terus menghunjam semakin dalam. Ditarik lagi, “Aaahh”, masuk
lagi. “Ahh, terus… ahh.. uhh”, lubang vagina itu makin lama makin
mengembang, hingga burung itu bisa masuk sampai mencapai pangkalnya
beberapa kali. Fanny merasakan nikmat birahinya memuncak di kepala,
perasaannya melayang di awan-awan, badannya mulai bergeter getar dan
mengejang, dan tak tertahankan lagi. “Aaahh, ooohh, aaahh” vaginanya
berdenyut-denyut melepas nikmat. Dia telah mencapai puncak orgasme,
kemudian terlihat lega yang menyelimuti dirinya.
Melihat Fanny
sudah mencapai orgasme, aku kini melepas seluruh rasa birahi yang
tertahan sejak tadi dan makin cepat merojok keluar masuk lubang vagina
Fanny, “Kak.. ahh.. ssst.. ahh.. uhh”, Fanny merintih dan merasakan
nikmat birahinya memuncak kembali. Badannya kembali bergetar dan
mengejang, begitu juga denganku.
“Ahh.. oohh.. ohh.. aaaahh!”,
kami merintih rintih panjang menuju puncak kenikmatan. Dan mereka
mencapai orgasme hampir bersamaan, terasa serdadu menyemburkan air mani
hangat ke dalam vagina gadis itu yang masih berdenyut nikmat.
Aku
mengeluarkan serdadu yang terpercik darah perawan itu pelan-pelan,
berbaring di sebelah Fanny dan memeluknya supaya Fanny merasa aman, dia
tampak merasa sangat puas dengan pelajaran tahap awal yang kuberikan.
“Bagaimana kalau Fanny hamil Kak”, katanya sambil sudut matanya mengeluarkan air mata.
Sesaat
kemudian aku dengan sabar menjelaskan bahwa Fanny tidak mungkin hamil,
karena tidak dalam masa siklus subur, berkat pengalamanku menganalisa
kekentalan lendir yang keluar dari vagina dan siklus menstruasinya.
Fanny
semakin merasa lega, aman, merasa disayang. Kejadian tadi bisa
berlangsung karena merupakan keinginan dan kerelaannya juga. Diapun bisa
tersenyum puas dan menitikkan air mata bahagia, kemudian tertidur pulas
dipelukanku yang telah menjadikannya seorang perempuan.
Bangun
tidur, Fanny membersihkan badan di kamar mandi. Selesai mandi dia
kembali ke kamar, dilepasnya handuk yang melilit tubuhnya, begitu indah
dan menggairahkan sampai-sampai aku tak berkedip memandangnya.
Diambilnya pakaian yang berserakan dan dikenakannya kembali satu
persatu. Kemudian dia pamit pulang dan mencium pipiku yang masih
berbaring di tempat tidur.