Adegan dalam video ini sungguh sangat membuatku shock, mulutku terbuka
melongo. Aku merasa seperti orang dungu yang ditendang tepat
diselangkangan. Apa yang terpampang dalam layer TV adalah rekaman
isteriku dengan suami adik iparku. Dan mereka tengah bersetubuh. Aku tak
bias mempercayainya! Tidak hanya kenyataan bahwa isteriku yang
menghianatiku, tapi juga dia melakukannya dengan Bob, suami dari adiknya
sendiri!
Jenny, adik iparku berdiri di sebelahku mengamati
reaksiku akan rekaman video tersebut. Tampak jelas dia terluka dan
marah. Dia menemukan rekaman video ini dalam laci yang tersembuni di
meja kerja suaminya hanya beberapa jam yang lalu. Adegan di TV terus
berjalan, aku berjalan menuju pantr di ruang sebelah dan menuangkan
minuman ke dalam dua buah gelas. Jenny menerimanya tanpa sepatah
katapun. Kami berdua meneruskan melihat rekaman video tersebut dalam
diam.
Tampak jelas betapa usaha Bob dalam mengolah bentuk
tubuhnya, tapi aku merasa senang karena betapapun hasil latihannya telah
membuat otot tubuhnya menjadi besar dan kekar tapi itu tak membuat
batang penisnya jadi lebih besar. Setidaknya aku masih lebih hebat
dibagian itu. Tentu saja, Sherly terlihat menikmati apa yang didapatkan
dari Bob terkecuali terhadap ukuran kejantanannya, aku cukup mengenal
Sherly akan hal ini.
Isteriku mempunyai bentuk tubuh yang
atletis. Dia rutin pergi ke gym dan selalu berusaha mengajakku ke tempat
itu juga, tapi aku tak pernah punya ketertarikan dengan hal-hal semacam
itu. Saat melihat adegan video tersebut, aku membayangkan apa mungkin
hal tersebut akan mambawa perbedaan…
Jenny melangkah pergi untuk
mengambil minuman, kupandangi dia, Jenny berumur 10 tahun lebih muda
dari isteriku dan memiliki bentuk tubuh yang lebih montok dibandingkan
kakaknya. Payudaranya juga lebih besar. Aku melihat perkembangan
kedewasaan tubuhnya hingga menjadi seorang wanita muda yang cantik dalam
beberapa tahun belakangan.
Dia dan Bob menikah dua tahun yang
lalu. Sherly dan aku menikah jauh sebelumnya dan sekarang sudah memiliki
3 orang anak. Kami akan segera merayakan ulang tahun pernikahan kami
yang ke duapuluh.
“Kamu tahu sudah berapa lama ini terjadi?” tanyaku begitu video tersebut berakhir. Sherly menggelengkan kepala.
“Mungkin sudah setahun lebih!” sambungnya ketus. Aku gelengkan kepala.
“Tidak,
ini terjadi baru-baru ini. Kelakuan Sherly berubah aneh sejak sekitar
bulan lalu dan sekarang aku baru mengerti sebabnya,” jawabku.
“Kakak
kandungku sendiri!” kata Jenny dengan geram. Aku mengangkat bahu. Aku
benar-benar tak bisa berkata apapun untuk membuat kenyataan ini menjadi
lebih baik.
“Apa yang akan kita lakukan?” tanyanya, tampak jelas nada kemarahan dalam suaranya.
“Aku belum tahu,” ku hela nafas. Aku masih sangat terguncang untuk dapat berpikir jernih.
“Abang belum tahu?” tanyanya tak percaya. Aku hanya mengangkat bahu kembali.
“Kakakmu
dan anak-anak sedang berakhir pekan di rumah pantai dan kakek nenek
mereka juga ikut di sana. Aku rasa aku butuh waktu 24 jam untuk membuat
keputusan drastis.”
“Well, aku sudah tahu apa yang akan kulakukan!” potong Jenny. Kupegang kedua bahunya dengan tanganku untuk meredakannya.
“Bukankah Bob sedang diluar kota sekarang ini?”
“Ya,”
jawabnya, tapi segera menambahkan dengan nada marah sebelum aku mampu
melanjutkan, “Mungkin sekarang ini dia sedang meniduri wanit lain lagi!”
“Aku rasa tidak,” jawabku sambil menggelengkan kepala.
“Apa?”
“Dengar,
aku cukup mengenal Bob dengan baik dan dia bukan tipe lelaki yang suka
main perempuan,” kataku, meskipun sadar betapa menggelikannya
penjelasanku ini.
“Kamu pasti bercanda,” tukas Jenny. Aku hanya mengangkat bahu.
“Aku tidak tahu apa yang terjadi, tapi aku tak percaya kalau Sherly dan Bob sengaja melakukan ini.”
“Itu kan sudah terlihat jelas di video itu!” teriak Jenny.
“Apa
ada kelakuan Bob yang aneh akhir-akhir ini? Aku tahu kalau sekarang ini
Sherly sedang mengalami puber kedua. Dia baru saja memasuki usianya
yang ke tiga puluh sembilan dan perasaan akan berumur empat puluh di
tahun depan sangat membuatnya resah.”
“Itu bukan alasan!”
“Aku
tidak bilang ini suatu alas an, tapi aku rasa itu bukan bagian dari
penyebabnya,” jawabku. Jenny menatapku dan menggelengkan kepala, tapi
kemudian dia menarik nafas dan kelihatan agak sedikit mereda emosinya.
“Sudah
satu tahun kami mencoba untuk mendapatkan seorang bayi, tapi belum juga
beruntung. Aku tahu itu sangat mengganggu Bob,” jelasnya sambil
menggosok kedua lengannya, tapi kemudian ketenangannya sirna dan matanya
berkilat marah, “Itu juga sangat menggangguku, tapi aku tidak lari dan
tidur dengan salah satu saudaranya!”
“Kamu benar,” jawabku, coba
menenangkannya. “Tapi aku masih merasa kalau kita butuh waktu beberapa
hari untuk berfikir sebelum membuat keputusan besar.”
“Baiklah!
Mungkin abang benar, tapi aku merasa itu tak akan membantu,” tukasnya,
Rasa sakit dan marahnya terlalu besar untuk ditahannya.
“Besok
malam kamu kembali saja kemari dan kita bicarakan lagi,” tawarku.
“Sebelum itu kita berdua punya waktu untuk menenangkan diri.”
Jenny
terlihat tidak puas, tapi dia mengangguk setuju. Dia mengeluarkan video
tersebut dari dalam player dan pergi tanpa mengucapkan sepatah kata
lagi. Aku berharap dia tidak melakukan suatu tindakan yang bodoh sampai
dia merasa tenang.
Kuputuskan untuk mandi, aku merasa kotor. Aku
pergi ke kamar mandi, menyetel suhu air panas dan melihat pantulan
bayanganku di dalam cermin. Kamar mandi ini mulai terisi uap panas saat
kutatap mataku. Ini akan jadi sebuah malam yang panjang dan aku merasa
ragu akankah berangkat kerja besok pagi.
***
Jenny dating
ke rumahku malam berikutnya. Dia terlihat lebih kurang tidur
dibandingkan aku, tapi setidaknya dia terlihat jauh lebih tenang
dibandingkan kemarin.
“Jadi, apa keputusan abang?” tanyanya langsung tanpa basa-basi. Aku mengangkat bahu.
“Apa ini tidak membuat abang marah?” tanyanya gusar.
“Tentu
saja ini membuatku marah, tapi aku tetap tak bisa merubah apa yang
sudah terlanjur terjadi.” Kenyataannya adalah aku lebih merasa sakit
karena dikhianati dari pada kelakuan mereka.
“Astaga, aku
benar-benar heran dengan abang? Aku akan minta cerai pada Bob! Abang
juga mestinya menceraikan Sherly!” kata Jenny. Aku gelengkan kepala, aku
sudah punya keputusan sendiri.
“Itu tak akan terjadi. Kakakmu
Sherly dan aku punya tiga orang anak. Kami sudah berumah tangga hamper
dua puluh tahun,” kutarik nafas, lalu melanjutkan, “Aku sangat mencintai
kakakmu, dan perbuatannya dengan Bob tak akan mampu menghapus cinta itu
begitu saja. Aku merasa sakit dan aku akan mencari tahu kenapa dia
merasa harus mengkhianatiku, tapi aku tak akan menceraikan dia.” Jenny
menatapku tajam.
“Abang akan memaafkannya,” tanyanya tak percaya.
Aku mengangguk. Jenny menggelengkan kepalanya, air matanya mulai
keluar. Aku merengkuhnya ke dalam pelukanku dan dia mulai terisak. Ini
berlangsung untuk beberapa saat lamanya hingga akhirnya dia dapat
mengendalikan diri.
“Aku rasa aku tak akan bisa memaafkan Bob,” akhirnya dia berkata.
“Jenny, apa kamu benar-benar ingin berpisah dengan Bob?” tanyaku. Sejenak dia ragu sebelum akhirnya menggelengkan kepala.
“Tapi aku tak bisa membiarkan begitu saja perbuatannya,” jawabnya lirih.
“Ayo kita ambil minum dulu,” tawarku. Dia mengangguk setuju.
Gelas
yang pertama terasa hanya untuk membasahi tenggorokan saja. Gelas yang
ke dua baru terasa pengaruhnya. Aku bilang ingin pergi ke kamar mandi
sebentar saat jenny menuangk minuman pada gelas ketiganya. Ketika aku
keluar dari kamar mandi aku mendapati dia melihat rekaman video tersebut
lagi. Aku menghela nafas, menghampirinya untuk mematikan TV.
“Kamu
tahu kan, ini tak akan membantu,” kataku. Di menghela nafas. Kami
meminum gelas ketiga dalam diam. Kali ini giliran Jenny yang pergi ke
kamar mandi saat aku menuang gelas yang keempat. Aku masih belum merasa
mabuk, tapi rasa sakit di hati sedikit terasa hilang.
Jenny
keluar dari kamar mandi dan berjalan ke arahku. Segera saja aku
menyadari ada sesuatu yang berubah. Pertama, Jenny terlihat sudah
mengambil sebuah keputusan. Yang kedua, tak mungkin rasanya kalau tak
melihat kalau beberapa kancing bajunya yang atas terbuka dan dia tak
lagi memakai bra. Aku dapat melihat jelas putting payudaranya dari balik
blouse-nya.
“Jenny, apa yang kamu lakukan?” tanyaku bingung.
“Aku
akan melakukan sesuatu yang mungkin bisa mempertahankan pernikahanku
setelah pengkhianatan Bob. Aku akan meniduri abang,” jawabnya. Aku baru
saja akan memprotesnya, tapi dia sudah langsung melumat bibirku.
Disamping itu, kalau mau jujur, meskipun aku memutuskan untuk memaafkan
Sherly, aku juga sama terlukanya dengan Jenny. Meniduri Jenny, benar
atau salah, mungkin saja akan menolong. Aku merasa sangsi kalau ini akan
bisa menyakiti mereka.
Dalam sekejap saja kami sudah tak
berpakaian lagi dan aku terkejut melihat buah dada Jenny bahkan lebih
besar dari yang pernah kubayangkan. Ukuran payudara Sherly breasts
sekitar B cup. Tapi menurutku putingnya yang mesar mencuat itu terlihat
seksi pada ukuran payudaranya.
Payudara Jenny yang jauh lebih
besar dibandingkan isteriku tampak sangat menggiurkan. Mungkin ukurannya
C cup, tapi sangat pasti kalau ini adalah ukuran full C cup. Putingnya
tidak sepanjang punya kakaknya, tapi lebih gemuk. Dia tersenyum
memergoki aku yang terpana melihat dadanya.
“Ini milikmu
sepenuhnya,” kata Jenny sambil menyangga kedua buah dadanya dengan kedua
tangannya sekaligus meremasnya menggoda. Kuhabiskan gelas keempatku dan
segera membenamkan wajahku ke dalam dua bongkahan daging kenyal
didepanku. Tangan Jenny bergerak ke bawah untuk meraih batang penisku.
“Wah,
punya abang besar sekali!” katanya, gairahnya terdengar besar dalam
nada suaranya. Aku bergerak turun menelusuri lekuk tubuhnya, melewati
perutnya dan mulai menyapukan lidahku pada bibir vaginanya.
Dia
segera bersandar pada dinding di dekatnya dan memegangi kepalaku dengan
kedua tangannya sambil mendesah. Segera saja tubuh Jenny mulai tergetar
ketika aku konsentrasi pada kelentitnya. Langsung saja dia meraih
orgasme pertamanya dan aku harus menyangga tubuhnya sebelum dia jatuh.
Lalu kugendong dia menuju ke kamar tidur.
Kurebahkan tubuhnya di
atas ranjang, Jenny menjulurkan kedua lengannya ke depan menmintaku
untuk segera naik. Aku merangkak menaiki tubuhnya dan memberinya sebuah
ciuman yang dalam. Nafasnya tercekat saat ujung kepala penisku menemukan
jalan masuk ke dalam vaginanya.
“Kamu yakin mau melakukan ini?” tanyaku. Dia mengangguk.
“Kakakku,
isteri abang, meniduri suamiku. Aku rasa baru adil kalau aku
menyetubuhi abang di atas ranjangnya sendiri. Ini cara untuk membalas
kelakuan Bob dan Sherly diwaktu yang sama,” nada amarah terdengar dalam
jawabannya, tapi dia kemudian tersenyum dan menambahkan, “Lagipula, aku
tak akan melepaskan begitu saja setelah melihat ukuran penis abang ini.”
Kemudian segera saja lenguhan nikmat terlepas dari bibirnya saat dia
menggunakan kakinya untuk menarik tubuhku ke arahnya.
“Aku merasa sangat penuh!”
Batang
penisku hanya baru masuk 3/4nya saja ke dalamnya. Kudorongkan lagi,
tapi dia merintih kesakitan. Aku coba hentikan, tapi dia tidak
mengijinkanku. Nafasnya tersengal terdengar antara menahan deraan nikmat
atau sakit, dan dia terus mengguna kan pahanya untuk menarikku semakin
erat. Bahkan tangannya mencengkeram pantatku dan menariknya dengan keras
hingga seluruh batang penisku terkubur dalam lubang anusnya.
“Oh
mami!” teriakan lepas keluar dari bibirnya saat aku berhasil
membenamkan batang penisku seluruhnya. Aku diamkan tanpa bergerak agar
dia terbiasa dengan ukuranku.
“Ayo bang! Setubuhi aku!” akhirnya
dia berkata dan memang itu yang segera akan aku lakukan. Pada awalnya
secara perlahan kukeluar masukkan, tapi atas desakan Jenny segera saja
aku menyentaknya dengan keras dan cepat. Langsung saja orgasme kedua
diraihnya dan tanpa henti. Aku piker dia akan pingsan saat teriakan
nikmatnya terdengar keras sekali.
“Jenny, aku hamper keluar!”
teriakku. Dia mendorong tubuhku berganti posisi hingga dia berada diatas
dan mulai menunggangi batang penisku.
“Lakukan, bang! Isi rahimku dengan benih abang!” ucapnya semakin membakar gairahku.
“Tapi,
kita tidak pakai pelindung!” kataku ragu. Tapi keraguanku malah semakin
membuat pantulan tubuhnya semakin keras saja dan tak ayal aku langsung
keluar jauh di dalam rahimnya. Kusemburkan begitu spermaku ke dalam
vaginanya hingga meleleh keluar pada pahanya seiring pompaan naik turun
tubuhnya di atasku.
Kami berdua rebah tak bergerak dengan
tubuhnya yang masih menindihku untuk beberapa waktu. Akhirnya dia
mengangkat kepalanya dan menatapku dengan diam.
“Kamu tidak apa-apa?” tanyaku khawatir tapi dia malah tertawa.
“Aku
merasa sangat ehmm…! Saat ini, aku tidak tahu apakah akan meninggalkan
Bob dan tak akan bicara dengan Sherly lagi ataukah aku mestinya
berterima kasih pada mereka. Abang sangat menakjubkan,” katanya. Aku
tertawa dan menurunkan tubuhnya dari atasku.
“Aya mandi, aku
sangat ingin bermain lagi dengan dada montokmu ini,” Kataku sambil
meremas buah dadanya lalu menggamit tangannya. Kami bawa serta gelas
minuman yang kosong, mengisinya lagi untuk yang terakhir kalinya sebelum
bergandengan tangan masuk ke kamar. Lansung saja kami habiskan gelas
terakhir kami setelah mengatur suhu shower. Tawa riang tak hentinya
keluar dari bibir kami saat air hangat mulai turun membasahi kedua tubuh
berkeringat kami.
Kusabuni dada montoknya dan menghabiskan
setidaknya sekitar sepuluh menit meremasinya. Disaat yang bersamaan dia
juga menyabuni batang penisku. Begitu penisku kembali mengeras, aku
bergerak ke belakang tubuhnya, masih tetap meremasi buah dadanya. Aku
mulai menciumi lehernya dan batang penisku kugesekkan pada celah
bongkahan pantatnya. Penisku masih berlumuran sabun sehingga dengan
mudah melesak masuk.
Saat bibir kami saling melumat dalam ciuman
yang dalam, kepala penisku terdorong masuk ke dalam lubang anusnya.
Jenny merenggangkan pahanya dan penisku melesak masuk dengan sendirinya
seakan punya maksud sendiri, Aku terkesiap dan berusaha menariknya
keluar.
“Sorry! Ini masuk begitu saja…” aku berusaha menjelaskan,
tapi Jenny malah menyeriangai lebar dan mendorong pantatnya ke belakang
membuat kepala penisku semakin menyelam ke dalam lubang anusnya. Aku
mengerang keenakan.
“Jangan bilang kalau kak Sherly tidak pernah mengijinkan abang melakukan anal seks?” tanyanya menggoda.
“Tidak, tidak pernah,” jawabku.
“Baiklah
kalau begitu, kalau abang mau abang boleh merasa bebas menyetubuhi
anusku semau abang!” katanya manantang dan bagai api yang disiram
minyak, langsung saja aku lesakkan batang penisku jauh ke dalam lubang
anusnya.
Kedua tangannya terjulur kedepan pada dindning untuk
menahan tubuhnya yang terguncang dengan keras oleh sodokanku. Buah
dadanya yang montok terayun menggoda, membuatku dengan segera bergerak
meremas keduanya. Tapi tanganku langsung beralih untuk mencengkeram
pinggulnya untuk menjaga keseimbangan kedua tubuh kami karena ayunanku.
“Ya!
Terus bang! Dorong penis abang ke dalam anusku! Makin dalam bang!”
teriak Jenny dalam kenikmatan. Salah satu tangannya masih menahan
tubuhnya pada dinding sedangkan yang satunya lagi mulai bergerak kea rah
selangkangannya.
“Yes!” teriaknya saat aku semakin keras
mengayunkan batang penisku semakin ke dalam. Dapat kurasakan otot
pantatnya yang mulai mengencang saat dia menggesek kelentitnya sendiri.
Tak mampu lagi kutahan, kulesakkan seluruh batang penisku terkubur
seutuhnya dalam cengkeraman lubang anusnya dan kembali, sekali lagi aku
keluar dengan hebatnya. Sentakanku yang terakhir membuat kaki Jenny
benar benar terangkat dari lantai kamar mandi karena kerasnya. Dan hal
tersebut membuat Jenny bergabung bersamaku dalam ledakan orgasmu sejenak
kemudian.
Kami berjalan berpelukan dengan sempoyongan keluar
dari kamar mandi menuju ke kamar tidur kembali. Aroma seks tercium
sangat pekat di dalam kamar dan kami kesulitan untuk menemukan area
sprei yang kering di tempat tidur. We stumbled out of the shower and
back to the bedroom. The room smelled like sex and we had problems
finding a dry spot on the bed. I was barely settled before Jenny crawled
between my legs and started blowing me.
“Kamu benar-benar liar!” kataku.
“Ternyata
balas dendam itu rasanya jauh lebih manis dari yang kudugatimpalnya
dengan tersenyum puas. Aku hanya bisa menggelengkan kepala. Dia benar
benar wanita muda yang penuh amarah, tapi… apapun itu adik iparku ini
benar benar sangat menggairahkan!
Jenny merapatkan kedua daging
payudaranya yang kenyal menjepit batang penisku dan mengocoknya begitu
batangku mengeras lagi. Dia masih asik melakukannya ketika tiba-tiba
saja Sherly berjalan masuk ke dalam kamar tidur…!!!
“Jenny! Teganya kamu?” teriak Sherly terdengar hamper menangis, tapi Jenny Cuma tersenyum sinis.
“Teganya
aku? Kakak pasti bercanda! Coba kakak periksa rekaman video di bawah.
Itu rekaman perselingkuhan Bob dengan kak Sherly,” balas Jenny said lalu
kemudian dengan mata menatap kea rah kakaknya, dia memasukkan batang
penisku hingga ke batangnya.
“Anak-anak mana?” tanyaku merasa tak
nyaman. Aku coba untuk bergerak, tapi Jenny tak membiarkanku. Dia ingin
agar Sherly melihat aksi kami berdua.
“Kutitipkan di rumah mami. Aku mau memberimu kejutan ‘a night out alone’,” jelasnya, nampak jelas rasa kecewa dan terkejutnya.
“Nah,
aku rasa yang terkejut sekarang adalah kakak. Apa kakak benar-benar
berharap kalau rekaman itu tak akan diketahui oleh siapapun?” Tanya
Jenny. Sherly menggelengkan kepala.
“Kakak keliru,” kata Jenny,
lalu menambahkan dengan nada sinis, “Nah, sekarang impas kan?” tangis
Sherly benar-benar pecah sekarang dan dia berlari meninggalkan kamar.
Bukannya merasa puas telah membalas dendam, tapi aku malah merasa sangat
tidak enak. Kudorong tubuh Jenny menjauh dan pergi menyusul Sherly.
Kutemukan dia di ruang keluarga, sedang menyaksikan rekaman videonya
dengan Bob. Dia menoleh dan memandangku dengan tatapan yang berlinang
air mata.
“Aku sungguh-sungguh minta maaf!” ucapnya diantara isak
tangisnya. “Itu terjadi begitu saja bulan lalu. Bob tengah frustrasi
karena Jenny tak juga hamil. Kami minum-minum dan aku tak ingat pasti
apa yang terjadi kemudian, yang kuingat saat aku terbangun, kita tidur
berdua di ranjangnya. Apakah kamu mau memaafkanku?” tanyanya. Aku hendak
mulai menjawab, tapi Jenny sudah berada di ruangan ini.
“Abang
percaya semua omong kosong ini? Itu mungkin benar kejadian pertama
kalinya, tapi bagaimana dengan yang berikutnya? Kak Sherly terlihat
jelas sangat menikmatinya dalam video itu,” potong Jenny dengan marah.
Wajah Sherly berubah merah oleh rasa malu.
“Kami melakukannya cuma dua kali saja,” bela Sherly lirih, meskipun dia sadar itu tak banyak membantunya.
“Kejadian
yang kedua terjadi saat Bob menelphone-ku untuk dating dan bicara. Aku
juga terkejut saat mendapati ada sebuah kamera yang dalam keadaan siap
rekam. Lalu dia memperlihatkan padaku rekamannya dengan Jenny yang
sedang bercumbu. Kami sepakat untuk menghentikan affair ini, tapi Bob
ingin membuatsebuah video sebagai kenang-kenangan.”
“Dan kakak tak mampu menolaknya, kan?” potong Jenny dengan tajam.
“Aku
mau menolaknya!” jawab Sherly, tapi kemudian meneruskan dengan suara
pelan, “Tapi video kalian berdua benar-benar membuatku jadi terangsang.
Melihatmu bercumbu dengan Bob sangat membuatku terangsang.”
“Kakak
jadi terangsang karena melihatku?” Tanya Jenny tak percaya. Sherly tak
berani menatap kami berdua, tapi dia hanya mengangguk. Aku gelengkan
kepala. Aku benar-benar kaget dengan apa yang dikatakan Sherly barusan.
“Jenny,
Sherly dan aku menikah di usia muda. Aku tidak heran jika kakakmu
membayangkan apa yang hilang dari masa mudanya setelah kami menikah
dulu. Aku juga merasakan hal itu.”
“Lalu apa abang berselingkuh di belakang kakak?” Tanya Jenny asked. Kugelengkan kepala.
“Tidak sampai hari ini,” jawabku. Sherly mulai merasa tak nyaman.
“Aku
benar-benar minta maaf! Aku sangat mencintaimu dan tak ingin
kehilanganmu,” kata Sherly. Aku tersenyum mendapati situasi ini.
Ketakutan terbesarku adalah jika Sherly sudah tidak mencintaiku lagi.
Sekarang aku tahu itu tidak benar.
“Aku tak akan meninggalkan
kamu. Andai saja kamu ceritakan padaku tentang semua ini sebelum kamu
membuat keputusan, mungkin kita bisa lakukan itu bersama.”
“Bersama?” tanyanya. Dia terlihat jelas terkejut.
“Ya.
Sherly, aku punya sebuah fantasi yang ikin kulakukan. Aku tak pernah
menceritakannya padamu karena kupikir kamu sangat konservative tentang
seks dan kupikir kamu akan marah jika kuajak membicarakannya. Aku tak
ingin kehilangan kamu.”
“Sungguhkah?” tanyanya, ketakutanna
perlahan berubah menjadi sebuah harapan. Kurengkuh dia ke dalam
pelukanku dan memberinya sebuah ciuman yang sangat dalam sebagai
jawabannya.
“Jadi, abang mengijinkan pria lain menikmati tubuh isteri abang?” Tanya Jenny tak percaya Aku mengangkat bahu dan tersenyum.
“Aku
tak masalah jika Sherly bercinta dengan orang lain, Cuma syaratnya aku
harus ada di sana dan dia pulang ke rumah kembali bersamaku.”
“Menakjubkan,” kata Jenny, tak tahu harus berkata apalagi.
“Jenny,
meskipun ini tak membantu, Bob mengatakan padaku kalau hanya
dengankulah satu-satunya wanita yang pernah berselingkuh dengannya. Aku
percaya padanya. Bob benar-benar mencintaimu,” kata Sherly, masih
memelukku. Jenny masih tetap menggelengkan kepala.
Kutarik
kembali Sherly dalam sebuah ciuman. Aku masih tetap telanjang, sedangkan
Sherly masih berpakaian lengkap. Aku mulai melucuti pakaiannya. Dan dia
membantu mempercepatnya.
“Hey, bagaimana dengan aku?” Tanya
Jenny. Sherly memandangku seakan meminta ijin. Aku mengangguk, masih
meraba-raba kemana ini akan berakhir. Isteriku menatap adiknya dan
menyeringai lebar.
“Jenny, kamu sangat boleh bergabung dengan
kami,” undangnya. “Sudah kukatakan, Aku sangat suka melihatmu bercinta
dengan Bob. Kurasa melihatmu melakukannya dengan suamiku pasti akan
lebih dahsyat lagi!” Aku sama terkejutnya dengan Jenny, tapi aku sudah
terlalu terangsang oleh wanita yang kunikahi hamper dua puluh tahun ini.
Sherly
dan aku tak menunggu jawaban Jenny lagi. Kupanggul Sherly menuju ke
kamar tidur kami dan melemparkan tubuhnya ke atas ranjang dengan posisi
tengkurap. Dia protes soal aroma dan kenyataan kalau sepreinya telah
habis dipakai, tapi protesnya tersebut langsung terhenti begitu
kulesakkan batang penisku ke dalam lubang vaginanya. Kupegangi
pinggulnya saat aku mulai bergerak keluar masuk.
“Ya, setubuhi
aku sayang!” teriaknya. Sherly tidak pernah berkata mesum saat
berhubungan seks sebelumnya. Birahiku benar-benar terbakar oleh
perubahan isteriku ini. Kami berdua benar-benar terhanyut dengan irama
persetubuhan ini hingga aku dikejutkan oleh sebuah tangan yang memegang
buah zakarku.
“Jadi, akhirnya kamu putuskan untuk bergabung
dengan kami,” kataku pada Jenny. Dia mengangkat bahunya, tersenyum nakal
dan kemudian menciumku.
“Aku tak akan pernah melewatkan
kesempatan untuk menikmati batang penis abang lagi,” katanya begitu
lumatan bibirnya denganku berakhir. Kemudia dia menampar pantat Sherly
dengan keras. Sherly teriak terkejut.
“Disamping itu, aku masih
belum memberikan hukuman pada wanita jalang yang sudah menyetubuhi
suamiku ini,” katanya sebelum memberi sebuah tamparan lagi.
“Hey! Hentikan,” cegahku. Aku mencintai Sherly dan tidak ingin melihat dia disakiti.
“Tidak apa-apa! Aku memang pantas mendapatkannya,” kata Sherly, mengejutkanku, tapi kurasa Jenny sudah mengira akan hal ini.
“Nah
kakakku yang jalang, kakak suka dengan kekerasan ya,” kata Jenny dengan
yakin sambil memilin putting kakaknya dengan kasar. Sherly berteriak
antara sakit dan nikmat. Baru saja aku mau menghentikan semua ini, tapi
Sherly malah mulai meledak orgasmenya. Ini akan menjadi sebuah
eksplorasi yang menarik dilain waktu.
Jenny menarikku menjauh dan
menaiki batang penisku. Tak perlu menunggu waktu untuk penyesuaian yang
lama lagi seperti saat pertama kali, dia kemudian mulai bergerak naik
turun di atasku sekali lagi. Aku sudah dekat dengan orgasmeku saat
akhirnya Sherly pulih kondisinya setelah ledakan orgasmenya. Dia melumat
bibirku dengan liar sebelum tangannya bergerak meremas pangkal batang
penisku.
“Hey, hentikan, kakak merusak iramaku!” Jenny komplain.
Sherly tersenyum, melepaskan cengkeramannya dan menarik Jenny dalam
sebuah ciuman. Ciuman keduanya sangat lama dan juga basah, tapi saat
akhirnya selesai Jenny kembali komplain.
“Wanita jalang!” teriaknya, yang sebenarnya hanya terkejut oleh aksi Sherly barusan. Isteriku hanya tersenyum.
“Sudah
kubilang kan, kalau melihatmu bisa membuatku sangat terangsang. Apa
yang kamu harapkan saat memutuskan untuk bergabung dengan kami?” jawab
Sherly, dan kemudian tangannya bergerak ke bawah untuk memainkan
kelentit Jenny. Segera saja nafas Jenny mulai tersengal.
“Aku
tidak tertarik pada wanita! Singkirkan tangan kakak!” perintahnya, tapi
Jenny tidak melakukan apa-apa untuk menghentikan Sherly.
“Aku
juga belum pernah melakukannya dengan seorang wanita sebelumnya. Aku
rasa kamu juga. Bagaimana kamu tahu kalau kamu tak suka?” Tanya Sherly.
“Tapi aku kan adikmu!” jawab Jenny. Sherly tak menghiraukannya.
“Aku
yakin kalau mulutmu pasti akan lebih bermanfaat daripada hanya bicara
tak karuan begitu,” jawab Sherly, lalu kemudian kembali melumat bibir
adiknya lagi.
“Wow! Sherly, ini sangat hot! Jika saja aku tahu
lebih awal kalau kamu juga mau melakukannya denga wanita juga,” kataku
dengan seringai lebar. Sherly hanay mengangkat bahu.
“Siapa kira?
Aku juga tak pernah membayangkan sebelumnya sampai aku lihat videonya
Jenny dengan Bob,” jawabnya sebelum kemudian membungkuk kedepan untuk
menghisap salah satu putting payudara Jenny. Mengerang keras Jenny mulai
orgasme.
Aku mencoba untuk bertahan, tapi segera saja aku
seburkan spermaku ke dalam vagina Jenny juga. Jenny membuat kami berdua
terkejut saat dia menjambak rambut kakaknya agar mendekat padanya dan
melumat bibirnya dengan liar ditengah ledakan orgasme yang melandanya.
Sherly meraih batang penisku dan memasukkannya ke dalam mulutnya begitu orgasme yang mendera kami berdua mereda.
“Iih,
menjijikkan! Penis abang kan penuh dengan cairanku,” kata Jenny dengan
wajah menyeringai. Sherly hanya tersenyum lalu mendorong tubuh adiknya
hingga terlentang. Dia bergerak menaiki tubuh Jenny dan duduk di atas
dada montoknya. Membuat vaginanya berada sangat dekat ke mulut Jenny.
Jenny meronta beberapa saat, tapi Sherly lebih kuat dan lagipula
tubuhnya berada di atas menindih Jenny.
“Sekarang giliranku untuk
orgasme dank arena kamu sudah memakai penis suamiku untuk orgasme, kamu
harus menggantikan tugasnya. Jilat vaginaku Jenny!” perintah Sherly.
Aku hanya menyaksikan dengan terpesona. Aku tengah menyaksikan bagian
dari diri Sherly yang tak pernah kusangka dimilikinya. Jenny mencoba
memprotes, tapi Sherly sama sekali tak mengacuhkan. Disorongkan
vaginanya kea rah mulut adiknya dan mendesah keras beberapa saat
kemudian ketika lidah Jenny menelusup ke dalam lubang vaginanya.
“Ya,
begitu Jennyy! Tepat di situ!” ceracau Sherly. Mereka berdua seakan
asyik masyuk dalam dunianya sendiri dalam beberapa menit ke depan
sebelum pada akhirnya Jenny mendorong tubuh Sherly dari atasnya.
“Hey!”
protes Sherly, tapi Jenny cuma tertawa. Dia kemudian mengatur untuk
melakukan posisi enam-sembilan dengan isteriku. Kuamati lidah Jenny
langsung melata keluar masuk ke dalam vagina kakaknya. Sherly ragu untuk
beberapa saat sebelum akhirnya lidahnya juga memberi aksi yang sama
terhadap vagina Jenny.
Terlihat jelas bahwa kedua wanita ini
sangat menikmati dan larut terhadap apa yang tengah mereka perbuat.
Sudah cukup lama mereka saling memuaskan birahi satu sama lainnya dan
aku yakin kalau keduanya sudah mendapatkan paling tidak sebuah orgasme.
Batang penisku akhirnya sekali lagi mengeras sepenuhnya dan aku tengah
bingung untuk memutuskan apa yang akan kulakukan. Jenny melihat
kebingunganku dan mengedip kepadaku sambil sebuah jarinya menyelip masuk
ke dalam lubang anus Sherly. Sherly mengerang.
Jenny terus
memainkan jemarinya di dalam lubang anus Sherly sambil tetap mengoral
vaginanya. Sejenak kemudian Jenny mengisyaratkan padaku untuk mendekat.
Dicengkeramnya batang penisku dan menempatkan kepala penisku tepat di
lubang anus Sherly. Kudoeng sedikit hingga kepalanya masuk sebelum
Sherly akhirnya menyadari apa yang tengah terjadi.
“Tunggu!”
teriaknya, tapi Jenny tetap berkonsentrasi pada kelentitnya dan itu
membuat perhatian Sherly kabur. Kumasukkan beberapa centi lagi.
“Hentikan, ini sakit!” erang Sherly. Jenny menampar pantat isteriku dengan keras.
“Tapi rasanya sangat nikmat, kan?” tanyanya pada isteriku. Sherly hanya mengerang. Kumasukkan lagi lebih dalam.
“Ya!” Sherly semakin mengerang keras.
“Jadi,
diam dan nikmati saja!” perintah Jenny menampar pantat Sherly lagi.
Jenny merangkak ke bawah tubuh Sherly dan mulai mempermainkan
kelentitnya.
Aku terus mendorongkan penisku semakin ke dalam anus
Sherly. Rasanya sangat rapat dan aku tak yakin sepenuhnya apakah dia
menikmati ini ataukah tidak.
“Apa kamu ingin aku berhenti?” tanyaku meyakinkan.
“Jangan!
Masukkan seluruhnya. Sodomi aku!” teriak Sherly. Dan jawaban itu
membuatku melesakkan sisa penisku selurhnya tanpa ragu lagi. Dia
langsung mulai orgasme. Kurasakan denyutannya seiring tiap sodokanku.
Kusodomi
Sherly dengan keras dan cepat, membuat buah zakarku menghantam dahi
Jenny. Segera saja aku orgasme beberapa menit kemudian. Sherly dan aku
rebah kecapaian sedangkan Jenny meberi kami masing-masig sebuah ciuman
yang penuh nafsu yang dalam. Tak disangsikan lagi kalau dia juga sangat
membutuhkan sebuah pelapasan yang sangat mendesak.
Begitu
kondisiku dan isteriku mulai pulih, tanpa menyia-nyiakan waktu lagi kami
berdua langsung berkonsentrasi pada vagina Jenny. Dengan bergantian
lidah kami mengeksplorasi seluruh titik sensitifnya. Dan itu membuat
Jenny merintih memintaku agar segera menyetubuhinya langsung.
Kuposisikan
dia dalam dogy-style, Sherly memposisikan dirinya diantara tubuhku dan
Jenny dan mencumbu anus adiknya dengan menggunakan lidah. Hal ini
terlalu berlebihan untuk dapat ditahan Jenny lebih lama lagi dan orgasme
segera menggulungnya. Denyutan liar dinding vagina Jenny tak mampu
kutahan, kulit penisku yang terasa sangat sensisit segera memberiku
ledakan orgasme yang berikutnya. Isteriku terus saja mencumbui lubang
anus adiknya saat aku semburkan kembali spermaku di dalam vagina adik
iparku untuk kesekian kalinya.
Kami bertiga hanya mampu berbaring
kelelahan dengan tubuh bersimbah keringat untuk sekian waktu. Saat
akhirnya kami mampu bergerak, hanya dengan gerakan tubuh yang lemah dan
pelan. Secara bregiliran kami mandi menyegarkan tubuh, berpakaian dan
bertemu di meja makan. Sherly menyiapkan sesuat untuk mengganjal perut
kami semua yang kelaparan.
“Aku lapar,” Jenny said.
“Aku juga,” timpalku.
“Aku
rasa kita sudah membangkitkan selera makan kita,” Sherly tersenyum.
Hampir disepanjang acara makan kami diwarnai keheningan. Masing-masing
tenggelam dalam alam pikirannya. Aku lihat Sherly sedang menata
mentalnya untuk membuka omongan. Akhirnya dia menatapku begitu acara
makan kita selesai.
“Jadi, apakah kita semua baik-baik saja?”
nada bicaranya terdengar nervous. Kami saling menatap satu sama lain
dalam beberapa saat dan kemudia aku mengangguk. Senyuman Sherly
terkembang.
“Bagaimana dengan kamu?” Tanya Sherly pada adiknya.
“Mmm,
aku belum tahu,” jawab Jenny dengan jujur, tapi kemudian dia tersenyum
lebar dan bertanya, “Yang kamu maksud itu tentang kamu dan Bob atau
kenyataan bahwa baru saja aku sadar kalu aku seorang lesbian yang juga
menikmati hubungan incest?”
“Kamu bukan lesbian,” jawabku sambil tersenyum.
“Dia
benar,” Sherly menambahkan. “Kamu seorang biseksual yang menikmati
hubungan incest.” Jenny tidak bias menahan diri. Dia tertawa terbahak.
Sherly dan aku ikut tertawa, tapi dengan cepat tawa kami berhenti.
“Jenny, beri Bob kesempatan,” kata Sherly dengan lebih serius. Jenny menarik nafas.
“Akan kupikirkan.”
“Dan
diskusikan dengannya soal belum juga hamilnya kamu. Kalian berdua
mungkin harus membicarakan hal tersebut. Mungkin sekaranglah waktunya
untuk datang ke dokter ahli.”
“Wow, sekali nasehat langsung komplit,” jawab Jenny dengan tersenyum. Dia terlihat agak bimbang.
“Hei,
kamu boleh menyewa suamiku sebagai gantinya kalau yang jadi masalahmu
adalah Bob,” gurau Sherly, mencoba untuk membuat adiknya tersenyum.
Senyuman Jenny semakin terkembang lebar saat tangannya bergerak mengelus
perutnya.
“Masalah itu mungkin sudah terpecahkan kalau memang
yang bermasalah aadalah Bob. Minggu ini adalah periode masa paling
suburku dan suamimu sudah melakukan pekerjaannya dengan sangat baik saat
mengisiku dengan spermanya.”
Alis Sherly’s, dan tentu saja
alisku, terangkat karena terkejut. Kami saling mamandang dan kemudian
menoleh ke arah Jenny. Akhirnya kami bertiga hanya mengangkat bahu.
“Itu issue untuk besok saja,” jawab Sherly.
“Kalau memang jadi,” Jenny menambahkan.
“Beritahu
kami kalau akhirnya kamu memutuskan untuk memaafkan Bob,” kataku,
merubah topic pembicaraan. “Akan tiba waktunya bagi Bob dan aku untuk
membicarakannya, tapi itu persoalan lain lagi. Dan jika semuanya
berjalan baik dan antara kamu dan Bob ok, aku rasa aku ingin melihat Bob
dan Sherly melakukannya secara langsung. Aku yakin itu akan terlihat
lebih hebat dari pada di dalam video.”
“Hanya selama aku diberi
kesempatan dengan kamu lagi,” jawab Jenny menimpali ‘tantanganku. Dia
kemudian menoleh kea rah Sherly dan dengan tersenyum menambahkan, “Tentu
saja dengan kamu juga.”
“Aku bisa menggaransi kalau soal itu,” balas Sherly.
Jenny
memberi sebuah pelukan pada kami berdua sebelum dia pergi. Sherly dan
aku saling menatap dalam kebisuan untuk beberapa saat.
“Nah,
sekarang bagaimana?” Tanya Sherly. Awalnya aku hanya mengangkat bahu,
tapi kemudian kuhembuskan nafas. Aku sadar jika kami berdua membutuhkan
sebuah aturan dasar dalam hal ini.
“Pertama, aku rasa kita harus
saling setuju dan berjanji bahwa kita tidak akan saling bermain dengan
orang lain tanpa persetujuan salah satu dari kita. Tak ada lagi affair,”
jelasku dengan ringkas. Sherly tampak sedikit malu dan mengangguk
setuju.
“Kita harus ekstra hati-hati terhadap anak-anak. Aku
tidak mau gaya hidup kita yang baru ini membawa sebuah dampak bagi
mereka semua,” Sherly menambahkan.
“Setuju.”
“Kamu puny ide yang lain lagi?” Tanya Sherly. Aku menyeringai.
“Ya, masih ada sebuah hukuman yang menunggumu.”
“Hukuman?” Tanya Sherly, matanya berbinar.
“Yeah,
sekarang aku tahu kalau kamu suka sedikit kekerasan dan rasa sakit, aku
rasa kita harus kembali lagi ke kamar. Lagipula anak anak tidak ada dan
kita hanya berdua saja sekarang.”
“Apa yang kamu rencanakan?” Tanya Sherly curiga. Aku hanya tersenyum lebar.
Kami
habiskan beberapa jam berikutnya dengan saling memuaskan dan memanjakan
satu sama lain. Tidak semua yang kami coba berjalan dengan baik, tapi
saat itu tidak berjalan sesuai harapan, kami hanya tertawa dan kemudia
mencoba sesuatu yang lainnya lagi. Untuk pertama kalinya Sherly dan aku
saling berbagi seluruh fantasi seksual dalam kehidupan dua puluh tahun
perkawinan kami. Kami sadar kalau tidak semua fantasi tersebut bisa
diwujudkan dalam satu malam ini, tapi kami sudah melakukan sebuah awal
yang bagus.
Mentari pagi hanya menunggu satu dan dua jam untuk
terbit saat akhirnya kami merasa terlalu lelah untuk mencoba sesuatu
yang lain lagi, tapi kami berdua belum merasa mengantuk juga. Sekali
lagi kami mandi lagi dan melangkah menuju ke kamar tamu. Kamar ini
memiliki pemandangan yang indah saat mentari terbit dan juga seprei yang
bersih dan segar.
Kami berdua berbaring dan berbincang seakan
sudah tak saling bicara selama bertahun-tahun. Aku bahkan tak begitu
yakin apa yang sedang kami diskusikan, tapi pada akhirnya aku merasa
lebih dekat dengan isteriku melebihi sebelumnya. Manteri terbit
mengantarkan kami berdua lelap dalam mimpi indah dengan saling memeluk.