Aku masih ingat, waktu itu masih klas 4 SD. Jadi aku dan kawan-kawan
sama sama berkhitan. Takut juga aku. Setelah berkhitan, luka kemaluanku
dirawat. Seminggu, luka kemaluanku masih belum sembuh. Tiap hari harus
dibersihkan lukanya. Untunglah ada Bude Is, adik Ibuku, membantu
membersihkan luka kemaluanku. Malu juga aku rasanya. Tahu sendirilah,
menunjukkan kemaluanku, kan?
"Nggak apa-apalah, sebab Andi masih anak-anak. Baru berumur 10 tahun." kata Bude Is.
Bude
Is berumur 32 tahun. Setiap pagi dia menolong mencucikan luka bekas
khitananku, memberi obat dan membalutnya dengan perban. Kata Ibuku, aku
tidak boleh malu. Dia Budeku sendiri. Aku ini badannya saja yang besar.
Seperti murid yang berumur lebih dari 12 tahun saja. Aku suka sekali
main bola kaki. Jadi, badanku kuat dan kekar. Bude Is bekerja di Kantor
kelurahan di kota Pekanbaru.
Aku tahu bahwa Budeku ini baru saja
diceraikan oleh suaminya. Rupanya, suaminya sudah kawin sebelum kawin
dengan dia. Dia tidak mau dimadu katanya. Jadi dia minta cerai setelah
perkawinan berjalan baru 6 bulan. Kasihan juga dia. Dulu dia datang ke
rumah dengan berderai airmata. Ibu dan Bapak kasihan juga melihatnya.
Karena rumah kami kecil, tidak ada lagi kamar kosong, jadi Ibu
menyuruhku tidur sekamar dengan Bude Is. Jadi tidak menjadi masalah
bagiku, karena dia Budeku sendiri. Lagi pula aku anak saudaranya, dan
masih anak-anak lagi. Badanku saja yang besar, tapi umurku masih kecil.
Belum tahu apa-apa.
Bude Is pun dapat mengajariku pelajaran
Matematik. Sekarang aku sudah tidak suka menonton TV lagi. Bila hari
sudah malam setelah makan, aku langsung masuk kamar untuk membaca buku.
Ibu menyuruhku belajar, dan Bude Is mengajarkan jika aku mendapat
kesulitan di dalam pelajaranku. Ibu suka aku belajar dengan Bude Is.
Dulu Bude Is hendak menjadi guru, tapi dia lebih suka menjadi pegawai
pemerintahan.
Bude Is memang agak cantik. Sekali lihat seperti
Krisdayanti. Tinggi semampai, bidang dadanya luas, pantatnya lebar.
Padat. Dadanya montok dan berisi. Suaranya lembut dan pandai membujuk
dan memanjakan. Dulu dia orang paling cantik di kantornya. Setelah itu
ada pemborong konstruksi/bangunan yang senang sama dia. Itu sebabnya dia
mau kawin. Tapi setelah kawin baru diketahui bahwa orang tersebut sudah
kawin dan mempunyai anak. Bude Is tidak suka ditipu dan dimadu, dan
minta cerai.
Bude Is bila tidur, dia suka memeluk guling dan
mengempitkanya di sela pahanya. Kadang-kadang aku melihat kainnya
tersibak, sehingga kelihatan pahanya yang putih mulus. Aku tidak ambil
pusing karena dia Budeku sendiri. Memang kulitnya putih mulus. Tidak
seperti Ibuku, kulitnya coklat. Bapak Budeku adalah keturunan Cina.
Nenekku keturunan Melayu. Nenek kawin setelah ayah Budeku meninggal,
setelah itu Ibuku lahir. Jadi Bude Is lebih tua 3 tahun dari Ibuku.
Setelah
3 minggu, luka kemaluanku sudah baikan. Libur sekolahku pun sudah
berakhir. Aku harus ke sekolah lagi. Tiap pagi Bude Is membangunkanku.
Dia selalu lebih pagi. Pagi-pagi dia selalu memandikanku. Dia menyabuni
badanku, menggosok daki di badanku. Kami pun mandi sama-sama. Sebab aku
anak-anak dan masih kecil, jadi aku mandinya telanjang saja. Bude Is
berkemben saja jika mandi. Dia pakai kain basah yang sudah lusuh. Kain
itu diikat dari atas dada sampai ke pangkal paha atas lutut. Putih mulus
kulit pahanya.
Setelah selesai mandi, dia menolongku mengenakan
pakaian sekolah. Habis itu dia pun mengenakan bajunya dengan ditutupi
pintu lemari yang ada kaca cerminnya. Mula-mula dia tanggalkan handuk
yang melilit tubuhnya dari kamar mandi, dan menggantikanya dengan
pakaian kerjanya. Setelah itu dia memakai celana dalamnya. Aku tidak
dapat melihatnya. Lama-lama aku sudah lupa untuk melihat badannya. Aku
tahu, dia bertelanjang bulat di belakang pintu lemari kaca itu.
Kadang-kadang aku berkhayal juga, gimana bentuk tubuhnya bila Bude Is
tidak memakai pakaian. Tentu sangat seksi sekali tubuhnya.
Malam
itu aku tidur lebih awal. Menjelang tengah malam cuaca agak panas.
Memang di kamarku tidak ada kipas angin, apalagi yang namanya AC. Lagi
pula cuaca waktu itu musim panas. Maka malam-malam pun terasa panas. Aku
dengar Bude Is gelisah. Panas. Setelah itu dia bangun. Aku pura-pura
tidur. Mata kututup rapat-rapat. Kuintip, dia lagi membuka bajunya.
Setelah itu dia buka celana dan celana dalamnya. Dia letakkan di sudut
kamar. Kemudian dia berkemben menggunakan sarung. Dia naik ke tempat
tidur dan tidur di sebelahku.
Kali ini dia tidur dengan gaya yang
lain. Dia tidur menyonsang. Kepalanya ke ujung kakiku, dan kakiku dekat
wajahnya. Bila udara sudah agak dingin, barulah rasa kantuk datang.
Hampir saja aku tertidur lelap, tiba-tiba aku rasakan pantatku kena
peluk. Aku terjaga. Rupanya Bude Is memeluk pantatku. Dia tidak sadar.
Setelah itu kepalaku terasa kena jepit oleh pahanya. Dia kira aku ini
bantal guling agaknya. Bantal guling ada di belakang dia. Boleh jadi dia
benar-benar tidak sadar.
Cahaya lampu di beranda luar masuk dari
ventilasi ke dalam kamar tidur, sehingga aku dapat melihat paha mulus
Bude IS. Putih semua. Aku mau memejamkan mata kembali. Tetapi kalau aku
mulai tertidur, Bude Is mulai gelisah. Dia merapatkan kepalaku di bawah
perutnya. Mmhh..! Ada bau yang masih asing bagiku, sepertinya berasal
dari pangkal pahanya Bude Is. Belum pernah aku mencium bau seperti itu.
Seperti wangi sabun mandi bercampur dengan sedikit pesing. Makin lama
baunya makin makin mengusikku. Bila aku gerakkan kepala, maka dia makin
kuat menjepit. Bagiku, bau itu masih asing. Akhirnya aku tertidur sampai
pagi.
Besok pagi dia membangunkanku. Seperti biasa, kami mandi
sama-sama lagi. Seperti tidak ada kejadian apa-apa. Dia berbuat seperti
biasanya. Dia mandikan aku. Dia gosok kemaluanku.
"Sudah sembuh lukanya," kata Bude Is, "Nggak usah diberi obat lagilah." katanya.
Dipencetnya ujung kemaluanku. Dia tanya, "Sakit nggak..?"
Aku geleng kepala, "Nggak." kataku.
Dia pun tersenyum melihatku.
"Andi, kalau mandi harus disabuni setiap hari seperti ini." katanya.
Diambilnya
sabun, digosok ke tapak tangannya, dan langsung diusapkannya ke batang
kemaluanku. Sekali dua kali, tidak apa-apa, ketika dia gosok
berulangkali aku merasakan kenikmatan. Kemaluanku menjadi tegang dan
terasa mau kencing.
Aku bilang ke Bude, "Nanti dulu Bude, Andi mau kencing."
Dia
pegang batangnya dan mengarahkannya. Dan aku pun kencing. Setelah itu
dia cuci. Tidak ada sedikit pun berprasangka yang lainnya, karena aku
masih kecil.
Selesai dia memandikan aku, dia pula sekarang yang
mandi. Dia gosok badannya, ketiaknya, payudaranya dan celah pahanya
dengan sabun. Sampai berbusa badannya karena sabun. Baru aku tahu
bagaimana bentuk payudara perempuan. Aku pernah melihat payudara Ibuku
waktu menyusui adik, tapi lembek saja. Payudara Bude Is beda. Bagus dan
putih. Padat. Kelihatan waktu dia menggosok payudara dan di sela-sela
bawah payudaranya. Aku lihat ketiaknya ada bulu sedikit. Tapi
kadang-kadang kain basahnya terangkat waktu dia menggosok payudaranya.
Aku
lihat ke bawah perutnya ada bulu. Banyak dan lebat. Dipandanginya
wajahku. Aku melihat ke arah lain, berpura-pura tidak melihat ke bawah
perutnya. Dia tersenyum. Aku pun tersenyum. Bude Is tidak marah. Aku
tidak mau melihat lama-lama. Aku malu untuk melihat. Karena aku masih
kecil. Lagi pula aku merasakan suatu kenikmatan yang lain rasanya. Dia
siram badannya. Kemudian dia berjongkok. Diangkatnya kain basahannya
sampai-sampai nampak pantatnya. Uuhh putihnya. Dia buang air kecil
membelakangiku. Berdesir bunyinya. Aku tidak perduli, karena memang
selalu begitu.
Lalu aku tanya, "Apa sebabnya perempuan kalau buang air kecil bunyinya lain?"
Bude menjawab, "Besok Bude tunjukkan apa sebabnya."
Aku tanya, "Kapan?"
Dia jawab, "Nantilah."
Bila
aku mendengar dia kencing hari itu, aku merasa perasaanku menjadi lain.
Habis itu dia cebok dan berdiri. Kami masuk ke kamar. Dia pakaikan baju
dan celanaku. Setelah itu dia berpakaian. Seperti itulah tiap hari.
Malam
ini, sekali lagi cuaca panas. Bude Is terbangun. Dia buka baju lagi,
dan menggantikan dengan sarung. Ketika tidur, dia pun menjepit kepalaku
seperti malam kemarin. Aroma itu kembali mengusikku. Tapi agak lain dari
malam kemarin. Ketika dia memeluk pinggulku, aku merasakan kemaluanku
menyentuh mulutnya. Kemudian aku merasakan ujung kemaluanku seperti
dijilat. Geli sekali rasanya. Kukepitkan pahaku untuk melindungi
kemaluanku. Tapi tidak bisa karena kepala Bude Is menghalangi pahaku.
Lama-lama aku biarkan saja.
Aku rasa mula-mula dia menjilat
kepala kemaluanku, setelah itu ada rasa sepertinya kepala kemaluanku
masuk ke dalam mulutnya. Aku rasakan lidahnya menjilat dan menguit-nguit
kepala kemaluanku di dalam mulutnya. Uhh.., gelinya, bukan main lagi.
Aku rasa kemaluanku, aku menjadi tegang. Aku mengerang menahan geli. Aku
mendengar suara berdecap-decap sepertinya sedang menghisap ujung
kemaluanku, ada suara "Crup.., cerupp.."
Bude Is menyedot kepala
kemaluanku beserta air liurnya. Aku tidak dapat berbuat apa-apa, kutahan
saja. Aku merasakan hendak kencing.
Lama juga Bude Is berbuat
seperti itu, tapi kutahan, sebab terlalu geli. Pantatku bergoyang
gelisah. Tapi Bude Is memeluk pantatku kuat-kuat. Aku tidak dapat
bergerak. Terpaksalah aku biarkan saja. Ketika aku sudah tidak tahan
lagi, aku kencing dalam mulutnya. Banyak sekali. Aku rasakan nikmat
sekali kencing di dalam mulut Bude Is. Waktu kencing, kurasakan seperti
dalam khayalan saja rasanya. Kututup mataku. Dalam gelap itu, aku tidak
melihat apa-apa.
Saat itu juga aroma dari pangkal paha Bude Is
bertambah kuat. Rasanya ingin aku untuk mendekatkan hidungku ke sumber
aroma tersebut. Habis itu badanku terasa letih. Lama-lama aku tertidur
sampai pagi. Esok paginya dia bangunkan aku. Seperti biasa, kami mandi
bersama-sama lagi. Apa yang terjadi tadi malam, seakan kami tidak ingat
saja. Bertingkah seperti biasa.
Seperti biasa, Bude memandikan aku. Kemaluanku dibersihkan dan digosok.
Aku tanya sama Bude, "Kenapa tadi malam aku kencing tapi rasanya lain sekali, Bude?"
Dia jawab, "Itu tanda kau sudah besar."
Dipencetnya ujung kemaluanku. Dia tanya, "Sakit nggak..?"
Aku menggeleng kepala, "Nggak." kataku.
Dia pun tersenyum padaku, katanya, "Lain kali Bude ajarkan bagaiman caranya Andi bisa kencing enak.."
Aku menganggukkan kepala.
Seperti
itulah setiap malam. Aku tidak ceritakan kepada siapa pun. Karena dia
Budeku sendiri. Dia sangat sayang padaku. Lagi pula dia seperti guruku
sendiri. Pada hari Sabtu awal bulan, Bapak dan Ibuku hendak pulang ke
kampung dengan adik yang belum sekolah.
Ibu berkata padaku, "Ibu dan
Bapak bersama adik mau ke kampung. Satu minggu lamanya. Karena Andi
sekolah, maka Andi sama Bude aja di rumah. Lagi pula Bude Is kan kerja.
Dia tidak cuti."
Aku jawab, "Nggak apa-apalah. Lagipula Bude Is ada menemani."
Sore
itu Bude Is mengajakku nonton film bioskop. Dia baru gajian. Setelah
itu kami makan sate dan jalan-jalan. Dibelikannya aku baju dan celana
dalam. Sedangkan Bude membeli BH warna merah kusam dengan celana dalam
warna hijau pucat dan body-lotion juga sabun mandi cair wangi. Parfum
satu botol. Kemudian setelah sore kami pulang. Sekalian dia beli kipas
angin merk Sharp. Hari memang panas.
Sesampai di rumah, Bude Is
menyiapkan makanan. Kami makan sama-sama. Setelah makan, Bude Is mau
mandi. Aku pun juga mau mandi, sebab badanku berkeringat habis
jalan-jalan. Lengket rasanya. Kami masuk kamar mandi. Seperti biasa aku
buka baju, disiram dan disabuni badanku. Kali ini dia pakai sabun cair
yang dibeli tadi. Dia pun menyiram badannya dan bersabun juga. Busanya
banyak sekali. Dia suruh aku duduk mencangkung di tepi bak air dalam
kamar mandi. Kemudian dia tuang sabun cair itu ke telapak tangannya.
Digosoknya semua badanku. Wangi sekali aroma sabunnya. Banyak busanya.
Selangkangku juga Bude bersihkan dengan menggosok sabun yang di
tangannya, aku merasa geli.
"Kalau Andi geli, tutup saja matanya, ya..!" kata Bude dengan suaranya yang lembut.
Aku
menutup mata. Aku rasakan batang kemaluanku tegang. Lain rasanya. Tidak
seperti biasanya, karena dia sudah biasa mengobati kemaluanku setelah
berkhitan dulu. Waktu dia menggosok batang kemaluanku, aku rasa enak
sekali. Geli. Badanku lemah, lututku menggigil seakan mau terduduk.
Karena takut jatuh, aku pegang kain kemben di tubuh Bude. Entah
bagaimana kainnya terlucuti. Copot. Melorot sampai ke pusarnya.
Dia bilang, "Nggak apa. Biarkan.. Bude pun mau menyabuni badan juga."
Bude
biarkan badan atasnya terbuka. Dia hanya mengikat kain basahannya di
bawah perutnya. Di bawah pusarnya. Perutnya kelihatan. Ikatannya longgar
saja. Kelihatan pusar dan payudaranya. Berayun-ayun dan
bergoyang-goyang di depan mataku. Aku nikmati pemandangan itu. Sebab
betul-betul terpampang di depanku. Alamak, besar juga payudara Bude Is.
Sshh..! Seperti buah semangka besarnya.
Di tengah-tengahnya ada
puting sebesar jari kelingking. Di sekelilingnya ada lingkaran sebesar
duit coin seratus besar, ketika aku lirik ke atas perutnya yang putih.
Warnanya coklat. Kontras dengan warna kulit Bude Is yang memang putih
mulus. Jadi jelas sekali beda antara coklat sekeliling putingnya dengan
kulit payudaranya yang putih. Sshh.., geram aku dibuatnya. Belum pernah
aku melihat payudara wanita sejelas di depan mataku seperti saat ini.
Ibuku waktu menyusui adik pun, selalu ditutup dengan selendangnya atau
Ibu pergi ke kamar menyusukan adik, tetapi kali ini justru Bude
mempertontonkannya padaku.Tengah aku berkata dalam hati, Bude Is mengambil sabun cair lalu dituangkan ke tanganku.
"Untuk apa Bude?" tanyaku.
Bude
menyuruhku menggosok badannya, menggosok payudaranya. Kemudian disuruh
menggosok perutnya, pusarnya. Terus balik ke payudaranya, sampai ke
ketiak-ketiaknya. Kulihat ketiak Bude ada bulu. Bulunya sedikit dan
halus. Sementara itu, dia terus menggosok paha dan kemaluanku. Aku rasa
geli-geli enak. Sshh.., desisku menahan rasa nikmat dan geli.
Kain
basahan mandinya dibuka sekarang. Tanggal semua. Tenggorokanku terasa
kering tiba-tiba. Aku menelan ludah. Sshh.., geramku. Aku belum pernah
melihat perempuan telanjang di depanku. Adikku pun belum pernah
melihatku lihat telanjang. Bude menyuruhku menggosok bawah pusarnya.
Awalnya aku rasa tidak mau. Malu aku rasanya. Aku tatap wajahnya.
Bude berkata, "Gosoklah di bawah perut Bude. Nggak apa-apa. Bude nggak marah kok."
Aku pun menggosok kemaluan Bude. Tapi aku tidak lihat di situ. Malu aku.
Aku
tidak melihat apa pun. Tanganku gemetaran ketika aku mulai meraba
kemaluannya. Rasanya kemaluannya agak kesat. Aku rasa itu bulu
kemaluannya. Bude Is merapatkan dadanya ke wajahku. Wajahku menempel di
antara dua payudaranya. Puting payudaranya berwarna merah kehitaman. Aku
tidak berani lihat ke bawah, aku malu melihat kemaluannya. Aku tahu ada
banyak bulu disana. Ihh.., geram aku. Lagi pula aku takut Bude marah.
Bude menggosok aku, aku pun menggosok dia.
Bude menyuruhku
meremas-remas payudaranya. Rasanya kenyal-kenyal empuk. Kulihat Bude Is
memejamkan mata. Dadanya bergemuruh berdegup kencang seperti orang habis
berlari kencang. Kemaluanku makin kuat dipegangnya. Bude menyorong
tarik batang kemaluanku. Ketika aku menggosok kemaluannya, dan meremas
payudaranya, menghisap puting payudaranya, kurasakan kenikmatan
tersendiri. Kenyal dan lembut terasa di mulutku. Aku ikuti apa yang
disuruh Bude.
Tidak lama setelah itu, Bude menarik tanganku dan
meletakkannya ke bawah perutnya. Bude menyuruhku memainkan daging
sebesar kacang tanah. Bude menyuruhku menguit-guit. Aku pun
mengnarik-narik daging kecil yang sudah agak keras itu. Tapi aku belum
juga berani melihat ke bawah.
Bude bilang, "Kalau nggak mau melihat, aku boleh tutup mata."
Aku
memainkan daging kecil itu dengan tangan kiri. Disodorkanya payudaranya
ke mulutku dan disuruhnya menghisap putingnya. Sedangkan tangan kananku
dibawanya meremas payudaranya yang di sebelah kanan. Aku hanya
mengikuti. Bude pun meneruskan mengurut-urut dan mengocok-ngocok
kemaluanku. Lama juga kami melakukan itu. Terasa nikmat bagiku.
Tiba-tiba
aku mendengar Bude Is menarik nafas dalam-dalam. Panjang sekali. Dia
memeluk tubuhku. Ditekannya payudaranya ke tubuhku. Aku lemas karena
didekap kuat. Badannya tegang mengeras, seperti orang ngejan.
Dia melenguh seperti orang sakit kepala, "Uhh.. sstt..!" mulutnya mendesis seperti orang menahan rasa perihnya luka.
Disuruhnya aku menggosok daging kemaluannya lebih cepat. Aku pun lebih cepat memaikan dan menggosoknya.
Aku
mengangkat wajahku. Tapi ditekannya lagi ke dadanya lebih kuat.
Digosok-gosokannya wajahku di payudaranya. Aku rasa aku seperti mau
lemas. Aku pun menghisap kuat puting payudaranya. Tanganku sebelah lagi
terus meremas payudaranya. Tidak lama setelah itu aku mendengar Bude Is
mengerang, seperti orang yang telah lega. Letih nampaknya.
Lalu
dia mandi menyiramkan air ke tubuh indahnya. Kain untuk penutup badan
yang tergeletak di lantai dibilas dan digantung di kamar mandi. Dia
keluar memakai Handuk. Dia masuk duluan ke dalam kamar. Berkemben handuk
saja. Aku masih di kamar mandi menyiram badan menghilangkan busa sabun.
Kemaluanku tegang dan merah karena digosok Bude Is tadi. Setelah mandi
terus melap badan dan masuk ke dalam kamar untuk mengenakan baju baru
yang dibelikan Bude tadi.
Ketika aku masuk dalam kamar, kulihat
Bude Is bersandar di dinding tempat tidur. Dia masih memakai handuk.
Matanya terpejam. Seperti orang letih saja. Diam. Aku merasa takut juga.
Boleh jadi perbuatanku tadi membuat Bude Is tidak suka.
"Marahkah Dia..?" tanyaku dalam hati.
Aku pun naik ke atas tempat tidur, duduk dekatnya.
Kutanya, "Bude marah ya..?"
Matanya membuka memandangiku. Dia tersenyum. Rambutnya wangi.
"Nggak." katanya.
Dirangkulnya
aku menempel ke tubuhnya. Wajahku dekat ke lehernya. Diusapnya
punggungku, seperti berbagi rasa sayang padaku. Hatiku sangat senang
sekali.
Bude Is bilang, "Luka Andi sudah baik..?"
Aku mengangguk dan balik bertanya, "Tadi kenapa Bude seperti orang sakit?"
"Apa Bude sakit..?"
Dia
menggelengkan kepala, katanya, "Kalau tidak ada orang membantu Bude
seperti Andi perbuat tadi, kepala Bude terasa sakit. Badan Bude terasa
lemas." katanya.
"Bolehkah Andi menolong Bude?" kutanya.
Lalu
dia menjawab, "Entahlah. Kalau Andi nggak cerita sama orang lain, Andi
boleh nolong Bude untuk nyembuhkan sakit kepala Bude." katanya.
Kujawab, "Andi sumpah nggak cerita pada siapa pun Bude. Andi sumpah. Betul..!"
"Benar ya Ndi..?" Bude menatap wajahku.
Dia tersenyum seperti tidak percaya. Aku sangat kasihan melihat Bude. Aku mengangguk.
Kemudian dia berkata, "Bude mau minta tolong sama Andi untuk mijitin badan Bude, boleh nggak? Capek jalan-jalan tadi," katanya.
Aku
mengangguk. Bude Is pun memposisikan badannya untuk telentang. Di
punggungnya diletakkan bantal. Disuruhnya aku mengambil minyak yang
dibeli tadi di pinggir ranjang dan duduk di sebelah kanannya.
Dituangkannya di telapak tangannya. Aromanya wangi. Dia menyuruhku untuk
menyingkap handuk di dadanya. Kubuka, terpampang payudaranya seperti
gunung. Putingnya merah coklat.
Dia menyuruhku memijat seperti di
dalam kamar mandi tadi. Aku lakukan. Dia menyuruhku meremas-remas dan
memainkan putingnya. Lama-kelamaan putingnya menjadi keras. Mata Bude Is
terpejam seperti orang tidur. Lama aku berbuat begitu. Aku hanya diam
saja memperhatikan mimik wajah Bude. Kemudian dia menyibakkan handukku.
Dipegang-pegang dan diremas-remasnya kemaluanku, kemudian
diurut-urutnya. Aku merasa nikmat. Aku merasakan kemaluanku tegang.
Minyak itu melicinkan kemaluanku. Aku merasa kemaluanku makin tegang dan
makin panjang. Kepalanya tersa mengembang.
Kemudian dia
menyuruhku mengelus perutnya. Perutnya agak gemuk. Ouuh.., lembut dan
kenyal. Dia menyuruhku memutar-mutar jari telunjuk kananku di pusarnya.
Sedangkan tangan kiri meremas-remas payudaranya. Kadang aku putar-putar
puting payudaranya. Aku melakukannya agar Bude Is sembuh dari sakit
kepalanya. Lagian dia baik hati. Kami pun tinggal berdua saja. Kalau dia
sakit, pada siapa kuminta tolong antar ke rumah sakit. Semua itu
menjadi pikiran bagiku.
Setelah itu Bude Is menyuruhku membuka handuknya lagi.
"Andi tolong urut paha Bude, yaa..!" lembut suaranya.
Waktu
aku menyibakkan handuknya, aku melihat bulu hitam kemaluan Bude Is.
Uhh.., geramku. Tidak pernah aku melihat bulu kemaluan perempuan
sebelumnya.
Aku melihat wajahnya. Dia melihat wajahku.
"Andi, pijitin paha Bude, ya..?"
Lalu
dia meneteskan minyak dalam botol tadi ke tanganku. Aku melihat paha
Bude putih dan mulus, bagus sekali. Betisnya padat, licin dan putih,
seperti kapas. Aku pura-pura tidak meliat bulu kemaluannya. Lebat.
Hitam. Banyak di bawah perutnya, seperti jambang. Kuraba bulunya. Halus.
Lembut. Kemaluannya tertutup oleh ketebalan bulunya.
Kemudian Bude Is membuka pahanya. Aku malu untuk melihat.
Bude pun berkata, "Andi lihatlah..! Ada belahannya kan..?"
Aku
diam saja, karena belum pernah melihat kelamin perempuan. Kulihat
wajahnya. Bude meremas-remas kemaluanku. Aku merasa nikmat. Dia
menyuruhku mengurut pangkal pahanya. Tangan Bude Is mengurut-urut batang
kemaluanku. Kadang-kadang diremasnya batang kemaluanku pelan-pelan.
Enak sekali rasanya. Geli bila kena kepala kemaluanku di jarinya.
"Andi lihat nggak celah rambut kemaluan Bude, ada air nggak..?" kata Bude.
Jadi
sekarang kuberanikan untuk melihat dekat-dekat. Dia yang menyuruh.
Kusibakkan bulu vaginanya, nampak ada alur panjang dari atas ke bawah.
Di celah kemaluan itu ada air. Aku mengangguk.
"Andi sibakkanlah dan buka belahan itu, lihat di sebelah atas ada daging sebesar kacang goreng, ada nggak..?" dia tanya padaku.
Huhh..,
aku geram sekali. Selama hidup aku tidak pernah melihat kemaluan
perempuan yang dewasa seperti Bude Is. Tapi sekarang Bude menyuruh
melihat punyanya. Aku tidak tahu mau berbuat apa. Tidak pernah sekali
pun melihat itu.
Sebelum aku menyibakkan kulit yang dia bilang
itu, aku melihatnya dulu betul-betul. Ketika kusibak bulunya, aku
melihat kemaluan Bude seperti terbelah dari atas memanjang ke bawah. Ada
jalur. Panjang. Seperti mulut bayi tembam. Seperti bukit kecil. Tapi
jalur yang terbelah itu tertutup rapat. Tidak kelihatan apa-apa.
Aku bilang, "Nggak ada Bude. Nggak ketemu."
Bude Is ketawa. Dia berkata dengan suara lemah lembut, "Andi, lihatlah dekat-dekat..!"
Kemudian kusibakkan kulit itu kiri-kanan, terbukalah kemaluannya.
"Udah nampak belum..?" katanya.
Menggigil
juga tanganku ketika aku mengusik kemaluannya seperti yang dia suruh.
Aku pun membuka dengan ujung jari. Aahhk.., ketika terbuka aku kaget.
Rupanya, dalam kulit luar ada kulit lagi. Warnanya merah. Memang ada
air. Aromanya aneh dan enak. Aku belum terbiasa dengan aroma itu. Aku
mainkan dan sibakkan. Berlendir. Melekat di jariku. Rupanya di dalamnya
ada lidah, di kiri dan di kanan. Kusibakkan lagi, nampak di bawah
seperti ada lubang. Kecil saja. Rasanya lembek. Seperti daging kecil.
Kemudian aku bertanya, "Ini dia Bude..?"
Dia menjawab, "Bukan. Bukan di bawah. Tapi diatass..,"
Aku melihat ke sebelah atas. Kusibakkan lagi. Kutekan baru kelihatan daging kecil menonjol.
"Haha.. itulah yang Bude maksud..!" kata Bude. "Pintar kamu Ndi.." katanya lagi.
Aku
senang karena berhasil menemukannya. Kutekan sedikit dengan dua
jempolku. Kulit luarnya masuk ke dalam. Tonjolannya seperti kemaluan
kucing. Luarnya dibungkus kulit. Pendek saja ukurannya, tapi kelihatan.
Sepertinya keras. Memang ada daging sebesar biji kacang goreng.
Aku mengangguk lagi, "Ada Bude..!" kataku.
"Ya,
itulah itil kepala bawah Bude. Namanya itil atau kelentit. Andi mainkan
seperti mainkan puting susu Bude tadi, ya.. Nanti dia akan keras.
Mainkan perlahan-lahan ya. Nanti akan berkurang sakit kepala Bude. Andi
lakukan lah yaa..!" Bude Is seperti minta tolong kepadaku.
Aku pun
menuruti kemauan Bude. Ada aroma lagi datang dari kemaluan Bude Is. Aku
senang aromanya. Makin kumainkan klitoris Bude, makin kuat aromanya.
Enak sekali. Sepertinya wangi sabun dan bau agak mentega bercampur
menjadi satu. Ingin rasanya aku mencium lebih dekat ke kemaluan Bude.
"Ada air liur keluar di bibirnya, Bude." kataku.
Bude menjawab, "Nggak apa-apa, Andi mainkanlah terus sampai Bude puas." katanya lagi.
Aku melihat Bude Is rilek saja. Matanya tertutup rapat. Nafasnya kencang. Tangannya memegang sprei ranjang dan diremas-remasnya.
"Sakit Bude..?" kutanya dia.
Dia hanya menggelengkan kepala, "Nggaak..!" katanya pelan.
"Andi lakukan terus sampai Bude bilang berhenti." katanya lagi.
Aku terus melakukannya.
Lama-lama
kurasakan paha Bude Is meregang. Betisnya mengeras. Jari kakinya juga
meregang. Dia mengerang, "Uuhh.., hhmm.., iss.. isshh..! Enaak Ndi..!"
katanya, "Gosok dengan kencang Ndii..!"
Aku pun mengikuti. Aku pun
ingat waktu dulu. Ibu menyuruhku memijat kepalanya. Aku pun disuruh
menggosok, tapi di dahinya. Ibu pun bilang enak juga. Tapi Bude Is agak
lain. Dia menyuruhku memainkan kepala kecil di dalam kemaluannya.
Kelentitnya. Ku dengar nafasnya makin kencang, kepalanya digelengkan ke
kiri dan ke kanan. Dia menyuruhku meremas buah dadanya kuat-kuat. Aku
meremas.
Tidak berapa lama kulihat Bude agak lega. Kemudian Bude membuka matanya, dan senyum padaku. Aku pun tersenyum.
"Udah sembuh sakit kepala Bude..?" kutanya.
Dia menjawab, "Belum seberapa hilangnya. Sekarang coba Andi telungkup di atas badan Bude, bolehkan..?" katanya.
Aku pun bertanya, "Telungkupnya gimana Bude..?" kataku.
Bude
Is pun memegang pinggulku. Ditariknya aku ke atas dadanya. Dia
menanggalkan handukku. Aku pun telanjang sudah, dan aku telungkup,
pinggulku di atas dadanya. Kepalaku tepat di atas kemaluannya. Ahhk..,
aroma kemaluanya enak sekali.Kemudian Bude Is menyuruhku untuk menunggingkan pinggulku, berlutut di
atas wajahnya. Aku pun menunggingkan pantatku dengan mengangkangkan
pahaku tepat di atas wajahnya. Bude pun membuka dan mengangkangkan
pahanya lebar-lebar. Kemaluannya menonjol karena pantatnya dialasi
dengan bantal. Bude menyuruhku menyibakkan celah kemaluannya dengan
jari. Kusibakkan.
"Ada airnya nggak, Ndi?" Bude Is bertanya. Kujawab ada.
"Andi lihat agak ke bawah, ada lubang, kan?" katanya lagi.
Aku jawab, "Ya."
Bude
menyuruhku meletakkan lidah di celah kemaluannya. Dia menyuruhku
menyapukan vaginanya dengan lidahku. Setelah itu dia menyuruhku
memasukkan jari tengahku ke dalam lubang itu. Tekan dan tarik
pelahan-lahan. Aku memasukkan jariku ke lubang kemaluan Bude. Mmhh,
aroma air kemaluan Bude Is memang enak menusuk hidungku. Rasanya seperti
sampai di otak kenikmatanku. Wangi. Kuhisap air vagina Budeku. Bude Is
pun memegang kemaluanku yang sudah mulai tegang sedikit. Aku merasakan
seperti dijilat. Seperti malam dulu, kubiarkan.
Setelah itu aku
merasakan seperti dikulum kepala kemaluanku. Dimainkanya dengan lidah.
Dan kurasakan kemaluanku seperti menyentuh bibir mulutnya. Kurasakan
ujung kemaluanku seperti kena jilat di dalam mulutnya. Enak dan geli
betul rasanya. Kurapatkan kakiku, tapi terhalang kepala Bude. Aku
terpaksa menahan rasa enak dan geli. Badanku meriang. Lama-kelamaan
hanya rasa enak yang terasa. Aku merasa Bude menjilat-jilat, habis itu
rasanya kepala kemaluanku masuk ke dalam mulutnya. Habis semua batang
kemaluanku. Kadang-kadang dikeluarkan kemaluanku, dijilat-jilatnya buah
pelirku. Aku biarkan saja. Enak dan nikmatnya makin bertambah.
Kurasakan
lidahnya mengulum kepala kemaluanku. Uhh.., gelinya bukan main. Kurasa
kemaluanku semakin tegang. Aku mengerang menahan nikmat. Kudengar dia
seperti menghisap kuat-kuat ujung kemaluanku. Crup.. crupp.. bunyi air
liurnya. Aku tidak dapat berbuat apa-apa. Kutahan saja. Aku terasa mau
kencing. Aroma dari kemaluan Bude Is masuk ke lubang hidungku sewaktu
dia memeluk pinggulku. Aku terus menjilati kemaluannya seperti yang dia
suruh. Jariku pun kudorong tarik di dalam lubang kemaluanya. Berlendir
dan banyak, sehingga meleleh sampai ke pangkal jari tanganku. Bulu
vaginanya kulihat basah kuyup. Air liurku bercampur dengan lendir Bude.
Mulutku pun belepotan seperti adikku makan bubur bayi.
Aku terus
menjilati kemaluan Bude. Aku dan Bude Is mengerang kenikmatan seperti
orang sakit kepala. Aku mulai merasa melayang-layang. Keringatku mulai
meleleh di tubuhku. Kujilat terus kemaluan Bude sampai Bude keluar peluh
juga. Tiba-tiba Bude Is menyuruhku bangun. Dia menyuruhku pergi ke
kamar mandi untuk kencing dulu. Memang benar. Aku kencing. Banyak
sekali. Langsung kubasuh wajahku dan kumur-kumur.
Setelah kembali
ke kamar, Bude menyuruhku untuk telentang. Dia naik ke atas dadaku. Aku
di bawah. Aku diam saja. Aku tidak tahu apa yang mau Bude lakukan.
Kubiarkan saja karena Bude lebih tahu apa yang akan dilakukannya. Bude
menyuruhku meremas-remas buah dadanya seperti tadi. Aku meremasnya.
Kemaluanku pun mulai mengeras. Dipegangnya batang kemaluanku. Dikocoknya
seperti dalam kamar mandi tadi. Setelah keras, Bude menyuruhku untuk
memejamkan mata. Kurasakan perlahan-lahan diarahkan kepala kemaluanku di
lubang vaginanya, di tempat yang kujilati tadi. Diusap-usapnya kepala
kemaluanku sampai berlumur lendir vaginanya. Aku rasakan licin. Basah.
Kemudian
ditekan pelan-pelan batang kemaluanku ke lubang kemaluannya. Kurasakan
kemaluanku masuk ke dalam lubang kemaluannya. Panas rasanya. Seperti
kejepit. Ditekannya dalam-dalam. Kemudian Bude Is berhenti. Dia menarik
nafas panjang. Waktu berhenti aku merasakan kepala kemaluanku seperti
kena urut dalam vaginanya. Dikemut-kemut. Bude Is merebahkan dadanya di
wajahku. Aku sudah paham. Kupegang payudaranya, keremas-remas sambil
kukulum puting susunya.
"Oouuh.., Andi sudah pintar yaa..?" katanya, suaranya menggetar.
Aku
terus menghisap. Terus kuraba-raba payudaranya. Aku merasa gerah, badan
Bude Is pun sudah berkeringat. Aku terus meremas payudaranya. Sesekali
kudengar Bude menarik nafas panjang. Bunyi nafasnya juga bertambah
kencang. Nafasku pun begitu. Bude menyuruhku memainkan biji kacang di
celah kemaluannya. Bude membantu tanganku dengan membungkukkan badannya,
sehingga tanganku lebih leluasa memainkan kelentitnya.
Setelah
itu Bude Is menggoyang pantatnya yang lebar itu. Ke atas dan ke bawah.
Pelan-pelan saja. Aku merasakan ada sesuatu yang menjalar di batang
kemaluanku. Bude memutar-mutar lubang kemaluannya dengan cara
memutar-mutar pantatnta yang lebar itu di atas kemaluanku. Seperti orang
mengaduk dodol. Dia goyang ke kiri dan ke kanan. Habis itu diangkat dan
tekan pinggulnya. Aku rasakan nikmat tiada taranya. Jari tengah Bude
meraba lubang pantatku. Bulu kemaluan Bude kena ke pangkal kemaluanku.
Geli. Bunyi nafasnya bertambah keras.
"Enak nggak Ndii..?" tanya Bude Is.
Kujawab,
"Hhhmm.." mataku tidak dapat kubuka, badanku terasa seperti melayang.
Batang kemaluanku makin tegang dan keras. Aku pikir karena digenjot
Bude. Diusapnya pantatku. Lembut saja. Bude Is memang pintar mengusik
tempat yang membuatku melayang. Enak. Bude Is terus menggenjot dan
menggoyangkan pantatnya ke atas ke bawah, kadang memutar. Sesekali
dirapatkannya wajahnya ke wajahku. Diciumnya mulutku. Kubuka mulutku.
Dihisap lidahku. Seperti orang berciuman di TV. Aku pun membalas.
Kuhisap lidahnya seperti yang diajarkannya tadi.
Bude Is seperti
bertengger di atas kemaluanku. Sedikit demi sedikit batang kemaluanku
terpacak keras, terbenam masuk ke dalam lubang kemaluannya. Dia
menggenjot dari atas. Aku tahan di bawah. Dia memelukku kuat-kuat,
sehingga membuatku susah untuk bernafas. Kami seperti beradu tenaga.
Memang Bude Is mudah memasukkan batang kemaluanku, sebab lubang
kemaluannya sudah banyak lendir. Kemaluanku rasanya licin bila disorong
tarik di dalam lubang kemaluanya.
"Aahhgg..!" Bude Is merengek setiap kali dia bergoyang.
"Enaak Nddii..!" katanya padaku.
Aku
mulai meriang. Tenggorokanku kering. Ada rasa seperti kesemutan di
tenggorokanku saat Bude menggenjot pantatnya. Kutusuk dan hentakkan
kemaluanku ke dalam lubang kemaluan Bude. Semakin cepat dia genjot,
semakin sering dia merengek, "Eh eh es eh eh ess..!"
Sambil
menggenjot dari atas, tanganku mengusap-usap payudaranya. Puting
payudaranya kuputar-putar. Kadang kuangkat kepalaku agar dapat aku
menghisap puting payudaranya.
Puas bermain tanganku di putingnya. Begitu seterusnya sehingga puting susu Bude menjadi tegang dan keras.
Mulutnya melenguh, "Uh uh uh..!"
Bude
Is membiarkanku untuk berbuat sesuka hati terhadap payudaranya. Semakin
kuremas dia semakin melenguh dia. Kuat. Enjotannya pun makin kuat dan
cepat. Hisapan kemaluan Bude Is memang kuat, lama-lama aku seperti mau
kencing. Aku tidak bisa rasanya menahan kencing.
Aku memberitahu Bude, "Bude, Andi mau kencing niih..!"
Bude Is menjawab, "Nggak apa-apa, kencing aja dalam lubang kemaluan Bude."
Terus
Bude menggenjot lebih cepat, lagi dan lebih. Lama-lama aku sudah tidak
tahan lagi. Melihatku makin tidak tahan, Bude Is memeluk bahuku. Maka
terpancutlah kencingku, aku memekik, "Budee.. Andi udah mau..
keluaarr.., aahhk..!"
Aku sudah nggak tahan. Bude Is pun menekan
habis kemaluannya dan menggenjot, angkat, enjot, angkat, enjot. Cepat.
Lebih sering. Tenggorokannya pun mengeluarkan bunyi dari dalam.
"Arrgg.., Andi.., Aarrgghh..!"
"Andi dah keluar Bude." kataku sambil memeluk pinggang Bude erat-erat.
Kupeluk
seperti itu agar kemaluanku terbenam lebih dalam ke dalam lubang
kemaluan Bude. Wajah Bude kelihatan berkerut. Aku tidak tahu, apakah
sakit kepalanya kambuh lagi. Pelan-pelan dia tekan pinggulku karena mau
mencabut kemaluanku yang tertanam dalam lubang kemaluannya. Bude Is
masih memelukku. Lubang kemaluan Bude masih belum mau melepaskan
kemaluanku. Entah berapa kali aku pancutkan ke dalam rahim Bude. Aku
rasa kencingku banyak. Kencingku memancut tidak putus-putus. Pekat
rasanya.
Aku melihat biji mata Bude Is terbeliak bila aku kencing
dalam rahimnya. Hangat pancutan air kencingku itu dapat kurasakan
mengalir di buah pelirku. Mungkin di dalam kemaluan Bude sudah penuh
dengan air kencingku tadi. Aku diam saja. Bude Is juga terdiam. Seperti
bisu. Dia memelukku. Keringat Bude mengalir di dahinya. Aroma
keringatnya wangi-wangi amis. Ketiaknya menempel di hidungku. Batang
kemaluanku terasa mulai kendur. Berangsur-angsur menjadi kecil. Lama
Bude Is membiarkan kemaluanku di dalam lubang kemaluannya.
Waktu
itu perasaanku sangat bangga, karena aku berhasil menolong mengobati
sakit kepala Bude Is. Kemaluan Bude memang enak menjadi tempat
kencingku. Memang pintar dia membuatku kencing. Enak. Liang kemaluan
Bude pun sangat kuat mengemut batang kemaluanku. Kemutannya saja dapat
membuatku melayang lupa diri. Kuharap dia senang hati, karena aku
menolongnya menyembuhkan sakit kepalanya. Aku tidak menyangka, anak
lelaki sepertiku boleh kencing di dalam liang kemaluan perempuan. Nikmat
pula. Aahh..!
Lebih kurang sepuluh menit Bude Is memeluk
tubuhku. Dia sepertinya tertidur. Mulutku mengulum puting payudaranya.
Bude membiarkan saja. Kuremas, kumainkan, kuhisap putingnya. Ketika dia
bangun, baru dia cabut kemaluanku dari lubang kemaluannya. Diciumnya
pipiku.
"Masih sakit kepala Bude..?" kutanya.
Dia menjawab,
"Tidakk Sayang. Udah baikan sekarang. Kan tadi Andi udah menyiram sama
air ke dalam kemaluan Bude..?" dia tersenyum.
"Apa..? Andi tadi kencing Bude." kataku.
"Husyy.. itu bukan kencing. Air mani namanya." diajarkannya aku namanya.
Setelah
itu kami tidur. Bude Is memelukku. Waktu mau tidur, diurut-urutnya
batang kemaluanku. Aku pun meremas-remas payudaranya. Mulutnya menghisap
lidahku. Aku pun begitu juga.