Aku terdiam melamun di ruang kerja eksekutif kantor pusat X group ini
sambil memandangi satu-satunya foto masa SMA yang kumiliki. Saat ini,
diperusahaan milik seorang Konglomerat ternama di Nusantara itu aku
menduduki jabatan yang begitu strategis, aku direktur SDM, umurku tak
lebih dari 29 tahun. Di ruangan sebelah kiri dari ruanganku adalah
ruangan Direktur Utama group bisnis besar yang berkantor di sebuah
pencakar langit bilangan MH Thamrin, ia tak lain adalah ibu angkatku
sendiri. Orang memanggilnya Bu Siska, nama lengkapnya Francisca
Katherine S. Beliaulah yang sejak aku berumur 14 tahun mengangkatku
sebagai anak dan mengantarkan aku pada kehidupan maha mewah seperti saat
ini. Umurnya sudah memasuki 47 sekarang, perawakannya bongsor, putih,
sedikit gemuk sesuai tinggi badannya yang 169cm.
Saat itu hari minggu
pagi dan aku baru saja menyelesaikan tugas dari beliau yang memang
mendesak untuk dikerjakan karena keesokannya ada recruitment cukup besar
untuk sebuah pabrik kami di Jababeka. Biasanya hari minggu kuisi dengan
jalan-jalan bersama beliau, tapi minggu ini kami semua sibuk dan beliau
harus berada langsung kantor cabang kami di Tangerang untuk mengawasi
langsung persiapan kerja senin keesokannya. Karyawanku di bagian SDM
sudah kuperintahkan utk pulang setelah merampungkan tugas-tugasnya. Jam
menunjukkan pukul 10.30 WIB, tinggal aku sendiri diruanganku yang luas
ini, melamun membayangkan review perjalanan hidupku sejak 15 tahun yang
lalu.
Rasanya aku hampir tak mempercayai dengan umur yang dini
ini hidupku begitu sesak dengan dinamika. Terlahir dari sebuah keluarga
miskin di propinsi kaya minyak bagian timur Indonesia, Bapakku meninggal
saat aku masih dalam kandungan, menyusul setahun kemudian ibuku sakit
keras dan meninggal, jadilah aku yatim piatu. Kakak perempuanku yang
mengasuhku waktu itu berumur 18 tahun menikah dengan seorang PNS di
propinsi itu yang mengasuh aku sejak bayi.
Aku tumbuh dalam
keluarga kakakku yang miskin juga, namun sukurlah kakakku mampu
menyekolahkan adik-adik dan anaknya hingga aku SMP. Setelah itu kakakku
merasa bebannya terlalu berat hingga aku diserahkan pada keluarga kaya
Bu Siska yang pada waktu itu tinggal di daerah sama. Bu Siska dan
Suaminya, pak Jimmy, memang berasal dari daerah itu. Mereka punya
perusahaan tambang yang cukup berkembang hingga saat ini menjadi
salahsatu yang terbesar di Indonesia bahkan di dunia. Karena hanya
memiliki dua anak yang semuanya perempuan, Bu Siska dengan senang hati
menerima aku untuk tinggal dan sekaligus menjadi saudara angkat kedua
anaknya, Rani dan Rina. Rani berumur sama denganku sedangkan mbak Rina
lebih tua 5 tahun. Keluarga itu memang sangat menginginkan anak
laki-laki, namun oleh sebuah masalah kesehatan, Papa Jim (begitu aku
memanggil bapak angkatku) tidak mampu lagi memberikan keturunan. Mbak
Rina dan Rani juga sangat menyayangiku. Kehadiranku ditengah keluarga
mereka semakin membuat cerah kondisi keluarga itu, hingga pada suatu
saat tragedi keluarga (yang sebenarnya menurutku adalah anugerah) itu
terjadi.
Ketika aku dan Rani berusia 15 tahun, setamat dari SMP,
keluarga itu memutuskan untuk pindah ke Jakarta. Om Jim memiliki
beberapa rumah mewah di Menteng dan Pondok Indah. Bisnis keluarga itu
juga telah berkembang pesat hingga kebanyakan transaksinya harus
dilakukan di Jakarta. Sebelum itu, aku dan Rani sudah sering pula diajak
dalam perjalanan bisnis Bu Siska ke Jakarta. Om Jim lebih sering
bepergian sendiri ke luar negeri sehingga aku dan Rani lebih dekat
dengan Bu Siska daripada dengan Om Jim, sedangkan Rina waktu itu sudah
kuliah di London. Aku dan Rani bersekolah di tempat yang sama di
Jakarta, SMA di kawasan elite Menteng tempat anak-anak pejabat tinggi
negara dan konglomerat bersekolah. Aku dan Rani dekat sekali, kami tidak
saja merasa seperti saudara, tapi sudah lebih jauh dari itu. Ia merasa
aku pacarnya, sebaliknya aku juga merasa Rani adalah pacarku. Bu Siska
tahu itu dan tak pernah mempermasalahkannya. Ia mengerti, aku dan Rani
tidak memiliki hubungan darah, lagi pula keluarga itu sangat mengerti
bahwa akau adalah anak yang baik. Prestasiku di sekolah sangat bagus,
tak pernah meleset dari rangking 1 yang membuat mereka semua bangga
padaku. Kalau di rumah aku lebih sering membaca buku dan mengajari Rani
pelajaran yang ia tidak mengerti dengan baik. Kadang-kadang aku tertidur
di kamar Rani yang berada persis di samping kamarku. Lantai 3 rumah
luas itu. Di luar kamarku juga ada teras yang menghadap kebun belakang
halaman rumah, aku dan Rani sering ?pacaran? disana. Dan Bu Siska sering
menggoda kami dengan mengatai ?romeo dan juliet mabok!?. Tapi ia tidak
marah, malah seringkali di waktu luangnya, Bu Siska membuatkan jajanan
utk kami berdua. Sesekali ia juga sempatkan untuk bergabung ngobrol
maslah-masalah ringan seputar study kami.
RANI, CINTA DAN SEKS PERTAMA
Aku
ingat hari itu di bulan November, aku dan Rani sedang berduaan di teras
kamar Rani, kami ngobrol lepas soal teman-teman centil kami di sekolah.
Aku dan Rani waktu itu duduk di kelas 2 SMA, Rani jurusan Biologi dan
aku di kelas Fisika. Rani duduk di pangkuanku, aku memeluk sambil
sesekali menciumi rambut hitam sebahunya dari arah belakang.
?Say,
kamu tadi ada di perpustakaan ya?? tanyaku pada Rani, oh ya sejak dua
tahun sebelumnya, aku mulai memanggil Rani dengan sebutan ?sayang?. Itu
pula yang menyebabkan keluarga itu menyebut kami ?Romeo & Juliet?.
?Iya, emang kenapa? Kamu cemburu?? jawabnya enteng,
?Ngga sih, hanya saja kalau aku yang begitu pasti udah disemprot?.,?
?Iya?iya?maaf,
aku ngga ngapain kok?,? Ia mendaratkan sebuah ciuman di pipiku. Dan
untuk pertama kali dalam hidupku aku membalas ciuman itu di bibirnya,
bukan ciuman tapi melumat. Hanya beberapa detik tapi cukup untuk
membuatnya gemas dan melotot penuh arti.
Selepas ciuman pertama itu
ia menatapku, tatapan serius yang cukup sulit untuk diartikan. Ada
senyum terbersit di bibir tipisnya namun warna muka yang berubah merah
itu bisa mengacaukan perasaan orang yang ditatapnya.
?Kamu marah say?? aku mengeratkan pelukan di pinggangnya.
?mmm?.hhh,?
ia bangkit dan berbalik menghadap aku, tapi kemudian memeluk. Ada
beberapa titik air mata terasa menetesi belakang leherku. Kulepaskan
pelukan dan menatapnya, ah si cantik saudara angkatku, pacarku, cantik
sekali !
?Kamu jahat?,? ia memberanikan diri memelukku lagi.
?Kenapa sayaaaang?? aku jadi tidak mengerti
?tadi
kamu juga duduk bareng sama si Mira, aku lihat waktu jalan ke
perpustakaan, kamu ngerayu dia kan? Kamu ngga sayang aku lagi! Kamu
jahat!?
?ya ampuuun?.sayang?gitu aja dicemburuin?.iiiihhh, kan dia
cuman minta tolong ditulisin rumus kimia itu,? aku membelai rambutnya.
?sedekat itu untuk sekedar nanya rumus??
?Iya?iya aku minta maaf lagi deh, tapi sumpah demi Allah aku ngga ada apa-apa ama dia,? kucium lagi pipinya, terus ke bibir.
?mmmhhhh?.benar?? ia melepaskan lumatanku sambil merengek manja.
?Beneerr?sueeerrr?!!!?
aku melumat lagi, kali ini ada desiran geli di bawah sana. Sehari-hari
aku memang sering memeluknya, tapi kali ini terasa lain, ada gelora dan
sayang yang lebih terasa. Kami terus berciuman, melumat, tanganku masuk
ke dalam bajunya yang berkancing depan.
?Boleh?? kataku meminta ijin.
?he
eh?,? Rani mengangguk lemah, dan inilah pertama kali dalam hidupku
merasakan penjelajahan tubuh wanita dengan tanganku. Kancing pengait BH
nya yang juga di depan itu kulepas dan tergapailah bukit payudaranya
yang cukup ranum. Rani memang memiliki payudara besar seperti ibu dan
kakaknya, mungkin secara genotip keluarga ini punya bentuk payudara yang
besar membusung.
?Auuuhhhffff?..sayaaangg?.kamu yakin ?? ia
menatapku sejenak untuk meyakinkan bahwa ini pasti akan lebih jauh dari
sekedar petting. Ini yang pertama bagi kami, aku menariknya ke kamar,
kami menuju tempat tidurnya yang luas. Ranilah yang lebih dulu melepas
celana pendekku, lalu baju kaus putih yang keukenakan, dan terakhir
Cdku. Kini aku bugil dihadapannya, Rani langsung mendekap
?Aku pasrah sayang,? sejenak ia menghentikan eksplorasi itu, mencium pipi dan melumuri wajahku dengan lidahnya
?aku
yakin kita memang dijodohkan untuk ini, dan hari ini, detik ini,
jadilah orang pertama yang???.,? ia terdiam tak melanjutkan. Kemudian ia
terduduk di hadapanku.
aku meloloskan daster tipis itu dari
tubuhnya, lalu Cdnya, Bhnya dan hmmm, saudara angkatku, pacarku,
kekasihku, alangkah indahnya tubuhmu.
?untuk cinta kita, sayang, kamu harus janji nggak akan ninggalin aku,?
?Aku
bersumpah, sayang?..,? Dan terjadilah peristiwa itu, pelan dan lembut
sekali, Rani menghantarkan aku ke daerah pangkal pahanya yang ternyata
sudah banjir itu, dengan pasrah Rani menyerahkan seluruh jiwa raganya
untukku, aku juga mengakhiri keperjakaanku. Penis ku yang baru kali ini
merasakan hal itu otomatis mendorong masuk, Kami sama-sama mabuk asmara.
Dengan penuh kasih sayang kusetubuhi saudara angkatku yang telah begitu
baik padaku itu. Saat itu, dengan air mata berderai, diiringi rintihan
Rani dan cumbuanku, darah perawannya mengalir deras, aku jadi tak tega
pada awalnya.
?kenapa nangis sayang?,? kuhentikan gerakanku, penisku
masih terbenam dalam liang vagina yang baru saja tertembus penis untuk
pertama kalinya itu.
?yang pelan aja sayang, punyaku sakiiit banget,?
?apa kita berhenti dulu??
?jangan
say, aku rela, aku bahagia bisa mempersembahkan kehormatanku buat
kamu,? tangisnya terus mengalir seiring kata-kata mesra itu. Aku yang
tak tahan untuk terus berdiam, kugoyang perlahan sambil terus mengecup
bibir indahnya.
?iyyyaaahhhh
sayaaaanggg?oooouuuffff??.pelaaan-pelaaaann?yyyaaahhh uuhhhhff
mulai?enaaakkkhhh ooouuhhh?..aku sayang kamuuuuhhh??,?
?akuuuuhhh
jugaaahhhh?.sayaaaanggg?oooohhhhhh, kaaalaaauuuu sakiit?hhhh biiill
aangg yaaaahhh?? sambil terengah-engah menikmati goyanganku aku mencoba
menjawab cumbuan kata-kata mesra dari bibir mungil itu.
?Boleh aku diatas, yang?? pintanya setelah beberapa saat aku menindihnya dengan gaya konvensional.
?iyaaahh?sayang, ayo?.kamu juga harus puas?.,?
?kamu masih lama, kan??
?hk..ehh,?
kuangkat tubuhnya sambil merebahkan diriku ke samping, kemaluan kami
masih terpaut. Kini ia berada diatasku, mengangkang disana, betapa
menggairahkannya posisi ini kalau dilihat dari bawah, susunya
berayun-ayun mengundang tanganku menjamahnya, aku meremas, rani sudah
tak merasa sakit lagi. Ganti ia yang banyak mendesah, malah kini
berteriak-teriak histeris sambil menghempaskan pantatnya dengan keras,
aku pasif saja menikmatinya, hanya tangan dan bibirku terus memainkan
payudaranya yang kencang dan ranum itu.
?aku?..uuuuoooohhhmauuuuhhhh
saaaammmm??aaahhh saaaammmpaaaaiiii?oou
uuhhhh?.aaaaahhhhh?keluuuaaaarrrr?.sayaaaaanggggg? ?.hhhhhh,? Rani
menjerit keras, diiringi dengan hempasan yang sangat kuat kearah
pinggangku, penisku otomatis menghujam keras dan mentok di dasar liang
rahimnya. Berdenyut disitu dan dengan segala sisa tenaganya Rani
menjambak rambutku, menunduk dan menyedot bibirku keras, lalu pindah ke
dadaku, ia menggigit disitu.
?aku juuuugaaahhhhhh?.keluuuaaarhhhhhh
oooohhh??..saaaayaaaanggg??.,? jerit ku panjang karena mendadak penisku
seperti tersedot nikmat dalam vaginanya, tak dapat lagi kutahan cairan
spermaku meluncur dengan deras di dalam liangnya.
?saaaaamaaahhhh?.saaamaaa?.saaayaaaangggggg aaaakuuu ngggaakkkk kuaaat lagiii iiiihhhhh aaaaahhhhhhh,?
?yessss???.Raaaaaannnnnn??.iiiiii?.saaayaaaanggggg ???yaaaahhh?,?
Tergolek
lemas kami berdua, masih berpelukan, berebut mengambil nafas kepuasan
yang terpancar di wajah kami berdua. Rani Bahagia sekali. Dan dasar
pemula, kami masih saling merangsang, lagi dan lagi, seperti tak ada
hari esok. Waktu merayap tak terasa selama 4 jam lebih kami
melakukannya. Sore hingga malam harinya kami saling tindih, saling
rengkuh, darah perawannya berceceran di sprei, di karpet dan di sofa.
Akhirnya kami tertidur.
Sejak saat itu aku dan Rani jadi semakin
ketagihan, hubungan kami tak lagi seperti saudara, tapi lebih sebagai
suami istri. Di sekolah kami saling mengawasi, kasih sayang kami jadi
benar-benar tak bisa dipisahkan, walaupun kami masih melakukannya secara
sembunyi-sembunyi. Rupanya Bu Siska mengetahui perubahan pada diri
anaknya, namun tetap saja ia menyayangi kami berdua. Bahkan sesekali ia
menyuruhku tidur di kamar Rani saat ia tidak dirumah. Dan kalau kami
makan bersama, Rani selalu mengambilkan makanan dimeja itu untukku. Ia
tak lagi canggung di depan keluarganya, bahkan kini Papa Jim seringkali
menyindirku dengan bertanya, ?istrimu sehat, bud?? maksudnya tak lain
adlah anaknya sendiri si Rani. Kalau bicara denganku Papa Jim memang
lebih sering menggunakan terminologi ?istrimu? daripada ?anakku si
Rani?. Sewaktu dia mendapatkan lembar ulangan Rani yang buruk nilainya
malah dia langsung menelponku dengan mengatakan ?aduh bud, gimana
istrimu itu, nilai kok hancur begitu??. Ah beruntungnya aku. Tapi aku
yakin, keluarga itu tidak pernah tahu bahwa aku dan Rani sudah melakukan
hubungan badan layaknya suami istri. Mereka paling hanya melihat
tingkah kami yang mesra itu tanpa tahu sejauh mana hubungan kami.
Dua
bulan setelah itu keluarga itu mengalami ujian yang sangat berat. Dari
Rani aku mengetahui rahasia keluarganya yang sebelumnya gelap gulita
bagiku. Ternyata Papa Jim memiliki simpanan yang cukup banyak,
perjalanan bisnisnya keluar negeri atau keluar daerah selama ini hanya
jadi kesempatan baginya untuk menjalin affair dengan banyak wanita. Bu
Siska sebenarnya sudah mengetahui semua itu sejak awal namun ia tak
kuasa begitu memikirkan keharmonisan keluarganya. Sebagai seorang ibu
yang mencintai keluarganya ia lebih mementingkan keutuhan rumahtangga
daripada ego pribadi kepada suaminya itu. Ternyata selama itu pula
keluarga Bu Siska menyembunyikan disharmoni keluarganya dariku, bahwa
kemesraan antara Bu Siska da Papa Jim hanya sandiwara untukku saja. Rani
mengakui ia telah kehilangan figur bapak pada diri papanya dan oleh
karena itulah ia begitu mendambakan saudara pria, dan begitu aku
memasuki kehidupannya ia langsung menumpahkan segala perasaan sayangnya
kepadaku. Mbak Rina juga memutuskan utk study luar negeri karena merasa
muak dengan papanya, mereka bertiga sudah merasa tak lagi memiliki ayah
atau suami sejak mengetahui rahasia papanya itu.
Ternyata pula
perusahaan besar itu adalah milik keluarga Bu Siska, Papa Jim awalnya
hanyalah seorang karyawan disana yang karena pernikahannya dengan Bu
Siska mendapat jabatan direktur. Entah kenapa semenjak mengetahui cerita
tersebut dari Rani, aku jadi ikut-ikutan menjustifikasi Papa Jim. Kini
ia tak lebih baik dari seorang bajingan tengik yang tak tahu diri.
Akhirnya pada bulan itu juga, aku lupa tanggalnya, terjadi pertengkaran
yang hebat antara Bu Siska dan suaminya. Banyak kata-kata sumpah serapah
yang keluar dari mulut Papa Jim, sedang Bu Siska tampak lebih bisa
menguasai diri. Tapi ujungnya mereka memutuskan untuk bercerai dan Papa
Jim tidak diperkenankan lagi menduduki jabatan diperusahaan itu, alias
dipecat!
Aku menghela nafas panjang mendengar penuturan Rani, sore
itu setelah semua hal yang berkaitan dengan perceraian dan kepergian
Papa Jim dari rumah itu, kami (aku, Rani dan Bu Siska duduk santai di
beranda belakang lantai dua rumah itu. Bu Siska segaja membiarkan
anaknya menuturkan semua rahasia itu padaku, ia hanya terdiam sambil
menyandarkan kepalanya di dadaku. Kami bertiga memang lebih akrab lagi
sejak peristiwa perceraiannya. Aku dan Rani sepakat untuk saling
membantu menghibur mamanya agar cepat melupakan kenangan buruk itu. Aku
duduk berselonjor kaki di lesehan empuk beranda itu, bersandar di
tembok. Di pundak kananku ada kepala Bu Siska sedang Rani tiduran dengan
kepalanya diatas pahaku.
Tak ada perasaan apa-apa waktu itu karena
hal yang sangat lumrah bagi kami bertiga yang hampir tiap sore curhat
ditempat itu. Sampai kemudian Bu Siska menyuruh Rani agar masuk tidur
karena terlihat matanya yang sembab menahan tangis ketika bertutur tadi.
Rani pun mengiyakan dan beranjak ke kamarnya. Tinggal aku dan Bu Siska
disana, ia masih bersandar di bahuku, lama kelamaan mungkin karena
pegal, ia pindah dan berbaring di pahaku. Akupun sudah terbiasa dengan
hal itu, kubelai rambutnya yang sebahu, lebat dan hitam terawat.
Keharuman tubuhnya menyeruak seketika ia mengangkat tangannya membelai
pipiku.
?Bud?.,? panggilnya pelan sekali.
?Iya Bu?,?
?Ibu sayang sama kamu, ibu sudah menganggap kamu seperti anak ibu sendiri,?
tangannya masih membelai pipi kiriku dengan lembut,
?Terimakasih Bu, Budi juga sangat sayang pada ibu, Mbak Rina dan Rani,?
?Dan
ibu juga ingin kamu benar-benar menjaga Rani dengan baik, ibu tahu
kalian tak sekedar main-main dengan hubungan kalian kan??
?Bu, dari
mana ibu tahu hubungan kami?? aku terkejut juga, wajahku berubah pucat
membayangkan apa yang akan ia katakan kepadaku mengetahui hubunganku
dengan Rani. Aku khawatir sekali jangan-jangan ia marah dan memutuskan
hubungan itu, lebih parah lagi jika ia mengusirku dari rumahnya. Wah
bakalan buyarlah masa depanku.
Tapi melihat sikapnya yang biasa saja
aku jadi sedikit tenang dan berharap tak akan ada apa-apa saat itu. Bu
Siska masih memejamkan mata dan membelai pipiku manja.
?Ibu juga
pernah muda Bud, ibu tahu hubungan kalian sudah jauh. Kalian sudah
layaknya suami istri, itu ibu bisa mengerti. Dan ibu tidak
mempermasalahkan itu karena ibu sangat menyayangi kalian berdua,?
katanya lirih. Aku meraih telapak tangan Bu Siska dan menciumnya sebagai
rasa hormatku kepadanya. Sebenarnya waktu ia mengatakan tahu hubunganku
sudah jauh itu, jantungku terasa mau copot, namun kelembutan belaian
tangannya di pipi kiriku membuat aku jadi mengerti betapa ia sebenarnya
benar-benar merestui hubungan kami.
?Terimakasih bu, saya berjanji
jika diberi umur panjang maka sayalah orang yang akan menjaga dan
bertanggungjawab untuk Rani, sebenarnya saya malu mengatakan itu kepada
ibu. Karena tanpa masalah itupun saya merasa sangat berhutang budi
kepada ibu dan keluarga,? aku membelai kepalanya dan mencium kening
wajah cantik jelita itu.
?ada satu hal yang mengganjal dihati ibu
Bud, itu yang ingin ibu katakan kepada kamu. Tapi besoklah, ibu tidak
ingin Rani atapun Rina mengetahui hal itu dulu. Sebaiknya kita bicarakan
besok saja di kantor, karena hal ini butuh waktu yang lama untuk kita
bicarakan,? ia beranjak bangun dan merapikan dasternya, Bu Siska lalu
mencium pipiku dan beranjak pergi.
?ibu mau siapkan bahan kerja dulu,
besok sepulang sekolah tolong kamu telpon ibu ke kantor ya? Tuh temeni
istrimu bobo dulu,? katanya mengakhiri pembicaraan,
?Trims Bu,? aku
mengangguk sambil berfikir apa yang akan dibicarakan oleh Bu Siska besok
hingga harus merahasiakannya pada ?istriku? si Rani. Adakah rahasia
lain lagi yang akan ia katakan kepadaku? Ah, aku melangkah gontai ke
kamar ?kami?, sejak sebulan ini aku memang tak pernah lagi tidur di
kamarku. Sejak perceraian Bu Siska aku tiap malam menemani Rani tidur,
dan kami tentu saja secara rutin melakukan ?ritual-ritual? layaknya
suami istri di kamarnya. Kami sudah banyak punya koleksi blue film yang
setiap habis belajar malam kami tonton berdua untuk selanjutnya
dipraktekkan langsung. Kami yang dulunya melakukan hubungan badan karena
rasa cinta itu kini tak sekedar meresapinya tapi mengembangkannya
dengan berbagai variasi. Aku yakin, dibandingkan pasangan lain di dunia
ini mungkin aku dan rani adalah pasangan yang paling aktif, bayangkan
sehari rata-rata kami bermain 3 sampai 6 kali yang dalam tiap rondenya
paling cepat 45menit. Dan Rani yang kutahu adalah tipe wanita yang multi
orgasme, dalam satu ronde permainan yang nonstop ia sanggup meraih 3
sampai 4 kali orgasme.
BU SISKA, MY FAVE SEX PARTNER
Keesokannya
saat sedang belajar di kelas, aku menjadi tak konsentrasi. Pikiranku
berkecamuk dan bertanya-tanya apa yang akan dikatakan oleh ibu angkatku
itu nanti. Beberapa item pelajaran bahkan tidak sama sekali masuk dalam
otakku, padahal sebulan lagi kami akan menghadapi ujian akhir yang akan
sangat menentukan koordinat arah pendidikan tinggi yang diinginkan.
Akhirnya jam satu siang tiba juga, aku yang biasanya menunggu Rani untuk
pulang bersama (karena kami pakai satu mobil antar jempt yang sama)
kini harus berbohong dengan mengatakan bahwa aku harus ke tempat temanku
yang lagi sakit keras dan absen beberapa hari. Rani memang tak satu
kelas denganku, jadi ia tidak mungkin tahu hal itu, dan ia selalu
percaya padaku.
Taksi membawaku menyusuri jaran lebar dan padat di
Kawasan Thamrin, memasuki sebuah gedung pencakar langit, mungkin yang
tertinggi di Jakarta. Aku sampai juga di kantor ibu yang ada di lantai
28 gedung itu. Seorang petugas keamanan rupanya sudah dipesan untuk
mengantarku dari loby ke ruangannya yang luas. Masih dengan seragam
sekolah lengkap dengan tas pundak penuh buku, aku masuk dengan perasaan
yang masih bertanya-tanya, apa yang akan dikatakan ibu angkatku ini.
Pintu
ditutup perlahan dan dengan penuh hormat, satpam perusahaan tadi pamit
melangkah keluar ruangan ibu. Tinggal aku dan dia di dalam ruangannya.
?Duduk
dulu Bud, ibu ke toilet sebentar,? katanya menyambutku dengan nada
datar sambil berlalu membuka pintu kamar mandi yang ada disana. Tinggal
aku yang masih termenung menebak-nebak apa yang akan dibicarakan ibu
denganku. Namun hanya 5 menit kemudian ibu sudah keluar dari kamar
mandinya, dengan senyuman yang penuh misteri ia langsung duduk
disampingku, memeluk, hal yang sangat biasa ia lakukan terhadap
satu-satunya anak angkat pria yang ia miliki ini.
?sebenarnya ini
bukan kehendak ibu untuk membicarakannya, tapi sebagai orang tua, ibu
merasa tertuntut untuk mengjak kamu musyawarah,? itu kata pembuka dari
ibu setelah mendaratkan ciuman hangat di pipi kananku.
?dan karena
kedekatan kalian, ibu merasa tak ada orang lain yang lebih berhak untuk
diajak bicara tentang Rani selain kamu, sebab kamulah orang yang paling
dia sayangi saat ini,? lanjut ibu. Tangan kanannya masih merangkul
pundakku. Sebuah cara yang selama ini yang menunjukkan bahwa aku adalah
anak lelaki kesayangannya.
?jadi ini tentang Rani, Bu? Tapi
kenapa ibu bilang ini rahasia kita berdua? Saya bingung,? jawabku sambil
menundukkan kepala kearah dada ibu.
?ini memang pendapat ibu sendiri
yang ibu pikir tak boleh diketahui oleh Rani, dan ibu melakukannya
karena ibu tahu kalau Rani sendiri takkan sanggup mengatakannya kepada
kamu,?
?tentang apa sih bu?? aku tambah tak mengerti. Giliran aku memeluk pinggul ibu. Kami jadi berdekapan.
?ini tentang pendidikan Rani, sejak SMP dulu, dia ingin sekali melanjutkan pendidikannya di luar negeri???,?
?Haaah
!!!? aku terhenyak kaget. Tapi ibu yang mempererat pelukannya, kini
malah membelai lembut kepalaku yang bersandar di dadanya.
?Reaksi
kamu itulah yang ditakutkan oleh Rani, dia sangat sayang sama kamu tapi
kamu kan tahu juga kalau dia itu orangnya sangat haus ilmu, kalian punya
kemiripan. Sama-sama haus ilmu, sama-sama anak pintar dan itu
membahagiakan ibu,?
?jadi Rani takut mengatakan ini kepada saya langsung, bu? Kenapa??
?Rani takut mengecewakan kamu dan ibu,?
?apa hubungannya bu? Bukankah saya akan selalu menemaninya kemanapun?? aku memotong sebelum ibu melanjutkan.
?Ia
ibu tahu itu, tapi Rani juga memikirkan ibu yang akan ditinggal sendiri
disini, dia sangat memikirkan keadaan ibu disini sehingga merasa
kasihan kalau harus meninggalkan ibu sendiri disini,?
?ah?saya baru
mengerti bu, jadi Rani takut ibu kesepian tidak ada yang menemani disini
kalau saya juga ikut ke luar negeri, tapi?.hmmmm, gimana ya? Sulit juga
masalahnya, saya juga tidak tega kalau harus membiarkan ibu sendiri
disini, saya merasa wajib menjaga ibu?.,?
?terimakasih sayang, itulah
masalahnya, ibu pasti kesepian jika ditinggal sendiri, tapi ibu juga
tidak boleh menghalangi niat anak-anak ibu untuk mendapatkan pendidikan
yang kalian inginkan. Jadi ibu bingung??, ibu sangat menyayangi kalian,
ibu pikir tak akan sanggup jauh dari kalian,? kembali ibu mencium
pipiku.
?jadi bagaimana solusinya Bu? Saya rasa Rani juga berpikiran
sama dengan ibu, dia pasti tidak mau meninggalkan ibu sendiri disini,?
?tapi Rani juga sangat sayang pada kamu?..dan dia pasti sedih kalau?mmmmm,?
?kalau apa bu? Kalau kami berpisah?? aku tahu arahnya meski ibu canggung sekali mengatakannya.
?itu
juga masalah, Bud. Kalian sudah sangat dekat, Rani sepertinya takut
kalau kalian jauh, kamu akan??? ibu tak melanjutkan. Canggung lagi
rupanya, karena jelas itu adalah tuduhan untukku. Aku juga termenung
sesaat memikirkan hal itu. Bagaimana tidak, aku dan Rani sudah layaknya
suami istri, bagaimana hari-hariku tanpa Rani? Apa iya aku bisa tahan
rasa kangenku pada ?istriku? itu? Apa iya aku sanggup hanya membaca
emailnya saja? Dan apa iya aku sanggup menahan rasa ingin melakukan
?ritual rutin? kami? Ah aku bingung juga! Sepertinya ibu membaca
pikiranku.
?yang paling ibu takutkan adalah kalau hal ini sampai
merusak hubungan pribadi kalian, bud. Ibu tidak mau itu terjadi, ibu
sangat berharap hubungan kalian ini bisa dipertahankan?..,? berhenti
lagi. Ibu yang sekarang menaikkan kepalaku dari dadanya, dengan telapak
tangannya yang lembut ia mendongakkan wajahku kearahnya seolah
meyakinkan aku untuk secara tegas menjawab pertanyaannya. Akupun semakin
mengeratkan pelukanku di pinggang ibu. Sesaat kami saling diam sambil
menatap, dengan pandangan penuh misteri. Aku yang kemudian memindahkan
pelukan tanganku ke pundak ibu. Kepalaku bersandar di pangkal lehernya,
menghindari tatapan ibu.
?Ayo, sayang, putuskan sekarang. Apakah kamu
mau meninggalkan ibu untuk menemani istrimu? Atau kamu nggak tega
meninggalkan ibu dan memilih menemani ibu dan melanjutkan kuliah
disini??
?siapa yang akan menjaga Rani disana Bu??
?kan ada Rina, daftarnya juga di Universitas yang sama?..,?
?Ooo, begitu?.? Aku terdiam lagi. Membayangkan ?istriku? yang kurang dua minggu lagi akan meninggalkanku.
?saya yang takut kehilangan Rani, Bu. Saya memang tidak bisa melupakan Rani, tapi apa iya Rani juga begitu??
?sebenarnya
pertanyaan itu juga yang ada dalam benak Rani, kalian memang saling
menyayangi, Rani juga takut kehilangan kamu, dia takut kamu berpaling
dari dia,?
?ah?nggak ada alasan?..,? kataku keluar setengah bergumam sambil mencium pipi kanannya.
?ih
anak ibu, kamu tuh nggak PD banget sih? Liat tuh di cermin, hmm?cakep
kan? Perempuan mana sih yang nggak mau sama kamu?? ibu mencubit kedua
pipiku dan mengarahkan wajahku kearah cermin lebar di salahsatu dinding
ruangan.
?iih ibu, bikin GR aja?.,? aku berpaling kearahnya dan
mencubit, bukan di lengannya seperti kebiasaanku kalau bercanda. Tapi di
pantatnya, cukup keras karena aku gemas juga.
?auuuu?.sakit sayang!!? ibu menjerit, menatapku lucu sambil memonyongkan bibirnya,
?hehehe?.ibu cantik deh kalau monyong begitu,? candaku.
Tangan
ibu meraih remote control audio dari atas meja kerjanya. Menyalakan
audio ruangan itu, dan jadilah kami berdansa pelan diiringi beberapa
symphony bethoven & mozart yang romantis. Aku memeluk pinggulnya dan
ibu mendekap erat dadaku keatas sehingga otomatis dada besarnya tersaji
sedikit dibawah daguku. Bu Siska memang lebih tinggi 3-4cm dari aku.
Entah karena romantisnya dansa kami atau gerakan ibu yang kadang
menggoyang dadanya itu, penisku yang sedari tadi tidur itu mulai
beranjak bangun dan mengeras hingga menimbulkan cembungan yang rupanya
dirasakan juga oleh Bu Siska. Tapi ia diam saja, saat aku membuka mata
malah kulihat ia terpejam seperti menikmati suasana itu. Pinggulnya
justru semakin sengaja digerakkan menggesek cembungan ditengah
selangkanganku itu.
Aku bingung harus bagaimana, apalagi aku adalah
tipe pria yang cepat sekali terangsang. Biasanya kejadian semacam ini
hanya berlangsung sesaat saja dan ibu biasanya langsung mengelak kalau
menyadari aku mulai terangsang. Tapi inikali berbeda, ibu malah semakin
membiarkan dadanya menggencet ketat di dadaku. Adakah ini berarti Bu
Siska juga sedang birahi? Sudah beberapa bulan hampir setahun setahuku
ibu tak mendapat sentuhan lelaki.
Ditengah batinku bertanya-tanya
tentang keanehan itu, tiba-tiba ibu membuka matanya. Lalu entah apa yang
menggerakkan wajah itu mendekat ke arah bibirku. Aku masih penasaran
dan bingung, kukecup pipi kirinya, namun wajahnya seakan mengarahkan
gerak yang lebih sensual dari biasanya, telapak tangannya kini mendekap
kedua pipiku.
Aku terdiam, memejam, dan hanya sesaat setelah itu
kurasakan sebuah kelembutan menyentuh bibirku, aku pasrah saja tak
berani menolak, tapi tak hanya sampai disana. Sekujur badanku merinding
merasakan gejolak aura lidahnya yang berusaha memasuki rongga mulutku,
bibirnya menjepit bibirku. Aku biarkan saja ketika bibir itu kini
berhasil menjepit dan menyedot lidahku. Pikiranku masih berkecamuk
antara percaya atau tidak terhadap apa yang kami lakukan saat ini. Bu
Siska sudah mulai mendesah, terdengar nafasnya mulai memburu. Dekapan
tangannya di kepalaku sudah terlepas, entah kapan dan aku tak menyadari
ketika membuka mataku, belahan jas kerja Bu Siska ternyata sudah
terbuka, sebelah tangannya menuntun tanganku kearah gundukan payudara
berlapis BH putih berenda yang ukurannya my God, diatas rata-rata!
?
Bu?..mmm,? aku mencoba bicara namun secepat itu pula ia kembali
menyumbat mulutku dengan sebuah ciuman. Dan lebih ganas dari sebelumnya,
Bu Siska sudah tidak lagi menahan desahannya. Kali ini ikat pinggangku
ia lepaskan, lalu zipper celana sekolah itu dan tasss?.celana abu SMA
itu melorot sampai setengah paha.
?Ibu?.please?.,? aku kembali bicara. Tapi tanganku malah memberi remasan lembut pada buah dadanya.
?terussskan sayang aaauuuffffhhh?..,? hanya itu yang terdengar dari desahannya yang semakin keras saja.
Aku
jadi tak berani lagi bicara, kubiarkan ibu bertambah liar dengan
melukar pakaianku. Dan kalaupun aku mampu menolak, hal itu tidak akan
aku lakukan. Karena beberapa saat kemudian otakku mulai dikuasai oleh
egoisme birahi yang seakan bersorak; ?Ayo, Bud, setubuhi perempuan
cantik didepanmu!!! Bukankah selera seksualmu lebih besar pada wanita
paruhbaya seperti ini???? Dan kapan lagi kamu akan membalas jasa Bu
Siska yang telah memberimu kehidupan mewah seperti ini???
Petanyaan-pertanyaan
tadi seperti menuntun tanganku untuk lebih jauh menuruti nafsu Bu Siska
yang sudah pasti tidak dapat lagi dibendung. Dan seperti mencari
pembenaran atas kejadian itu, batinku yang lain menjawab; ?sudah lah,
Bud. Nikmati saja. Bukankah kamu juga tak kalah sayang pada Bu Siska?
Kamu juga mencintainya kan? Lupakan sejenak istrimu itu, dua lebih baik
daripada satu dan yang ini adalah kunci masa depanmu!!!? Aku tak mampu
lagi berpikir logis, segala bayangan tentang Rani hilang entah kemana,
yang ada kini adalah kemolekan tubuh calon mertuaku, ibu angkatku yang
mungkin juga akan segera jadi kekasih gelapku!!!
Pakaianku terlepas
sudah seluruhnya, entah kapan Bu Siska mempretelinya dari tubuhku. Aku
telanjang dan terduduk di sofa panjang ruang kerja yang luas itu.
Kupejamkan mata, tak berani melihat Bu Siska yang baru saja beranjak
dari mengunci pintu ruang kerjanya. Dan bak penari striptease, dari arah
pintu ia berjalan sambil melepaskan satu persatu pakaian yang melekat
di tubuhnya. Uhhfff?.kini aku yang terbelalak, sebelum melepaskan
roknya, Bu Siska sudah melepas celana dalam putih, dan sesampainya
didepanku dengan sekali langkah tubuh montok dan sedikit gemuk itu
terpampang jelas di depanku. Ia berjongkok tepat dihadapan tempat aku
duduk, lalu kembali memeluk. Kali ini aku yang menyambut dengan ciuman
penuh kerinduan. Kunikmati bibir Bu Siska yang terus mendesah. Tanganku
meraba dan sesekali meremas bongkahan payudara besarnya. Memilin
putingnya bergiliran, lalu mencium dan menjilati lehernya.
?aaauuuuhhh??sssssshhhhh
aaaahhhh?.hmmmmm?oooohhhh..terussss saaayaang..ohhhh,? hanya desahan
itu yang bisa diucapkannya. Tangan kiri Bu Siska meraih batang
kemaluanku dan meremas lembut.
?ooooohhhh??..Bu?..ssshhhh?aaaauuhhhh,?
desahanku juga mulai keras. Dan kami semakin liar. Kutarik tubuh ibu ke
sofa. Ia berbaring sambil tersenyum, sepertinya mengundang aku untuk
segera memuaskan dahaga asmara yang sesungguhnya terlarang itu. Baiklah,
ibu angkat, aku bertekat akan membuatnya berteriak-teriak dan memohon
supaya aku segera dan lagi dan lagi menyetubuhinya, akan kubuat calon
mertuaku ini mengemis untuk dipuasi oleh calon menantu sekaligus anak
angkatnya ini!!! Akan kusetubuhi engkau dengan keras?!!!! Dan sekarang
terimalah birahi anak angkatmu ini!!! Bersiaplah untuk menampung cairan
sperma yang biasanya hanya ditampung oleh anakmu!!!
?Ayo?sayang,
kemari, sentuhlah ibu, ibu mau sayang ayooouuuhhh?.,? kali ini ibu
memohon agar aku segera menindihnya. Tapi nanti dulu, bukankah ibu mau
dipuaskan lebih dari apa yang saya berikan pada anakmu?
Aku meraba
pangkal paha Bu Siska, sudah basah dan becek disana, kasihan ibuku ini,
mungkin delapan bulan ini pemenuhan birahi tak sebanding dengan produksi
sel telurnya. Aku merunduk disitu dan dengan buas langsung membuka
pahanya, menjulurkan lidahku dan menjilat permukaaan vagina yang berbulu
sangat lebat itu.
?Oooowwwhhhhh?..yessss?..sayaaangggg?.aaaahhhh?.ss hhhhhhhh,?
Jari-jariku
sibuk mengucel-ucel bibir kemaluannya, lidahku terus menusuk-nusuk dan
membelai dinding kemaluan wanita paruhbaya yang ternyata tak kalah
menariknya dengan istriku itu. Sesekali bibirku menggigit pinggiran
bibir kemaluannya yang cembung dan gemuk, memberikannya sensasi kebuasan
birahi anak angkatnya yang polos ini.
?aaaauuuuwww??.uuuoooooooohhhh
geliiiiiiii??sssshhhh?naaakaaallll?.kamu sayang??aaaaaaahhhhhhh???,?
jeritnya saat aku menggigit biji klitorisnya yang membengkak karena
rangsangan hebat itu. Aku tak peduli lagi pada teriakan histerisnya, aku
yakin dinding ruangan itu sedemikian tebalnya sehingga kalaupun ada
yang menembakkan pistol disini pasti akan terdengar sayup-sayup saja.
?oooooohhh?.yeeesshhhhh?gigit
sayang oooohhh gigit lagi yyyyaaaahhh?..,? ia malah minta aku
meneruskan mengulum biji clitorisnya. Aku asik saja, cairan yang terus
semakin deras mengalir dari liang vaginanya habis kusedot dan kuminum.
Seperti daerah vagina milik Rani, kemaluan Bu Siska juga tampak sangat
terawat. Tak tampak noda kotor setitikpun pada bagian itu. Hanya saja
baru kali ini aku mengetahui bahwa ternyata lebatnya bulu kemaluan Bu
Siska membuat penialainku pada bentuk vaginanya lebih baik dari milik
istriku itu.
?Ayo sayang, setubuhi ibu sekarang, hooooouuuhhh?.ibu
sudah ngga tahaan?.,? pintanya memelas. Aku menuruti meskipun biasanya
kalau aku melakukannya dengan Rani, tentu aku minta di-karaoke dulu
sebagai imbalan aku menjilati vaginanya. Tapi kali ini aku canggung
untuk meminta, karena dalam keadaan begini aku masih menaruh rasa hormat
pada ibu angkatku itu.
Kuambil posisi diatasnya, Bu Siska
mengangkang, sebelah kakinya menjutai jatuh, sebelah lagi dinaikkan ke
sandaran sofa. Kemaluanku memang sudah keras sejak tadi, kini sudah
menempel dan siap masuk dan mengoyak bibir vagina Bu Siska. Telapak
tanganku memegang kedua buah dada besar itu dan seketika ia menarik
pinggulku mendekat. Lalu dengan keras aku menghujamkan penisku
sejadi-jadinya dan sreeeeppp?.bleesssss??.untuk pertamakalinya aku
merasakan sensasi menyetubuhi wanita paruhbaya yang selama ini
mengasuhku itu.
?aaaaaaaaaaaaaaaaaaahhhhhhhhh???.,? jerit Bu Siska keras sekali sampai menghentikan tusukanku yang baru masuk itu.
?uuuffff?kenapa bu?? aku terhenyak juga.
?punya
kamu besar sekali, uuuuhhhh?..ibu nggak pernah mengalami dimasuki
segede ini sayang?..tapi coba yang pelan sayang, ibu agak nyeri,?
katanya masih mendekapku. Sepasang kakinya mengikat pinggulku hingga
penisku tertahan didalam.
Kuberikan ia ciuman untuk merangsang
nafsunya, bibirku menyedot putting susunya, dan beberapa detik setelah
itu jepitannya melonggar. Tangannya malah menuntun pinggulku naik turun
secara perlahan. Bu Siska mulai mendesah dan menikmati goyanganku.
?Oooouuhhh?sayaaaangggg?..ooooouuhhh?besarnya
aaauuuuff?..tariiiikhh aaaaahh enaaaakkkhhhh??.teeekaaaan lagiiihhh
aaaahhhh niiiiikmaaaattttt?.uuuuhhhh, yang pelan aja sayaaaaanggg
oooouuuffff?.enaaaknyaaaahhhh?..ooooooohhhhhh, saayaaaang?..,? tak
henti-henti ia memuji kenikmatan dari penis besarku yang kini menggesek
dinding-dinding vaginanya. Aku juga sebenarnya tak kalah nikmat. Apa
yang selama ini kurasakan dari Rani memang enak juga, tapi sensasi
kenikmatandari liang vagina dan tubuh montok Bu Siska memberiku
pelajaran berharga bahwa ternyata kepiawaian dan pengalaman lebih mampu
menciptakan sensasi kenikmatan yang lebih dahsyat ketimbang besaran
liang vagina. Hehehe itu teori baru!
Aku terus menggenjot dengan
perlahan dan teratur, Bu Siska membuat suasana romantis dengan memberi
ciuman mesra bertubi-tubi, mengulum bibirku dengan sepenuh hati. Matanya
yang terpejam semakin mengguratkan warna kecantikan alami seorang ibu.
Akupun terlena dengan pesona itu, baru aku sadar bahwa ternyata
kecantikan ibu angkatku ini benar-benar luar biasa, bahkan kalau mau
jujur, Bu Siska jauh lebih cantik dari kedua anaknya. Rasa nikmat dari
pertautan kelamin kami terus menjalari seluruh urat sarafku, memenuhi
rongga sanubariku dengan berjuta kenikmatan biologis. Tak terasa waktu
berlalu hampir tigapuluh menit. Pelukan kaki dan tangan Bu Siska di
pinggangku yang semakin erat dan tiba-tiba itu menunjukkan tanda sesaat
lagi ia akan mencapai orgasme.
?uuuuuuffff?..sayaang, boleh
hhhhhh?.ibu?hhhh minta diatas?? pintanya setengah mendesah. Aku mengerti
dan segera menghentikan kocokan penisku di vaginanya.
?ooooouuuuhhhh??baaaiiikkkk?aaahhhh?Bu,?
Kali
ini aku yang berbaring, Bu Siska langsung mengangkangi pahaku, liang
vaginanya yang sudah becek itu menganga tepat diatas kemaluanku yang
mengacung-acung seperti tak sabar ingin segera masuk. Punggungku
bersandar pada sandaran sofa sehingga dengan mudah mulutku meraih
putting susu Bu Siska yang sedang berusaha memasukkan kembali penisku
kedalam vaginanya. Saat sedang asik meremas dan menghisap putting susu
Bu Siska itulah dengan cekatan ibu menggenggam penisku dan
mengarahkannya tepat di bibir kemaluannya dan sreeep bleesss?..
?aaaaahhhhh??.nikmatnyaaaaakkkkkhhh?.aaahhhh?.saaa yaaanggg?.ooouuhh..,?
?mmmmhhhhh??ibuuuu?aaaaauuuhhhh?enaaaakhhhh?ssshhh
hh,? jeritku tak kalah seru dengan jeritannya. Bu Siska yang kini asik
menaik turunkan pinggulnya untuk meraih kenikmatan dari gesekan relung
kelaminnya. Sesekali gerakannya berubah dari turun naik menjadi maju
mundur, lebih nikmat lagi saat ia memutar-mutar dengan poros kelaminnya
yang terpaut dengan penisku. Alangkah sensualnya ketika aku melirik
kearah kelaminku yang terjepit bibir vagina Bu Siska yang ikut keluar
masuk dan membelai, vagina itu penuh sesak oleh buah pelirku yang
berukuran diatas rata-rata itu.
?hooohhh?..saaayannng?.kamuhhhh masih aaahhhh lama aauuufff sayaaaang??
?Iyaaah Buuuhhh, ooohhh kenapaaahhh, aaaahhh, enaaakkkhhh ooohhh,?
?Ibuuu?ooooohhh
sudaaahhhhhhh?mmmmmhhh ngggaaa?.kkkhh..tahaaan, ooohhf
yeeessss?.ooooohhh?punyaaaahh kaaaamuuuhhh
mennnntthooookkhhhh?.aaauuuhhhh ibuuu ngggaaaaaa?.aaaaakkkhhhh
tahaaannnnn?oohhh?ohhh?ooohh?.ooohhh?yyaaa?yaaa..u h
uuuhhh?..ibuuuu?.ngaaa?taaaahhhh?haaaann..oooooooo ooohhh?..,? lolongnya
panjang
sekali seketika itu tiba-tiba Bu Siska menggenjot keras
sekali, semakin cepat, dan rupanya ia mengalami orgasme yang begitu
dahsyat.
?Reeeeeeeemeeeeshhh?.suuuuusuuuu?.iiiibuuuu
sayaaaanngggg..ooouuhhhh, remassh terussshhhh
Buudddiiii?aaahhhhh?..ennaaakkkhhh iiiibuuuu nggaaaaaa taaaaahaaannn?ibu
keluuuuuaaaarr..keeeeeeeeelllllluuuuuaaarrr?hhhhaa
aaahhhhhhh??yesssssshhhhhhh,? jeritan panjang diiringi hempasan keras
pangkal pahanya kearah penisku. Aku yang sudah tahu hal itu dari
kebiasaanku dengan Rani segera memberikan remasan yang keras pada kedua
buah dada Bu Siska. Kira-kira semenit kemudian badannya jatuh menimpaku.
Nafasnya tersenggal-senggal, tubuhnya lemas lunglai terkapar sudah.
Kelaminku yang masih mengeras mengganjal dalam vaginanya yang banjir.
?ooouuhhhh?.sayang,
kamu belum keluar ya? Maapin ibu ya, Bud. Ibu egois, maklum sudah
delapan bulan lebih ibu tidak merasakannya,? Bu Siska mulai berbicara
setelah nafasnya agak teratur.
?Nggak apa-apa Bu, yang penting ibu puas dulu,? aku menciumnya
?Jangan
gitu dong, sayang. Beri ibu kesempatan beberapa menit lagi ya? Ibu akan
buat kamu puas sebentar lagi,? ia balas mencium mesra.
?Kamu kok bisa lama ya, sayang? Ibu nggak nyangka kamu sekuat itu,?
?Ngga tau deh, Bu, mungkin karena saya suka dan sayang ibu kali ya??
?ahhh?masa? Bisa aja kamu, sayang, benar kamu suka sama ibu? Suka apanya ayo??
?Suka
yang ini,? jawabku singkat sambil menerkam buah dadanya. Mungkin benar
karena buah dada ini aku jadi begitu semangat, ukurannya yang besar dan
ranum dengan bentuk yang sangat menantang itu membuatku jadi merasa lain
saat ini, apalagi dengan ?penemuan? bahwa ternyata wajah ibu jauh lebih
cantik dari kedua anaknya itu. Atau aku memang punya selera yang lebih
pada wanita STW seperti Bu Siska.
Gara-gara sensasi STW itu, tanpa sadar penisku bangkit lagi, berkedut-kedut didalam sana. Ibu rupanya merasakan juga.
?Say, bangun lagi tuh?.Ibu sudah siap nih, yuk,? ajaknya seraya melepas gigitan vaginanya pada penisku. Cropss?aku terhenyak.
?Duuuhhh?besarnya
sayang, pantas tadi punya ibu rasanya hampir robek,? ujarnya sambil
menggenggam batang penisku. Ia terus memujinya dan mengocok lembut.
?Ayo
dong, Bu, nggak tahan nih,? ajakku. Aku berdiri dibelakangnya, maksudku
agar Bu Siska menunduk dan aku masuk dari belakang. Rupanya ia
mengerti. Kakinya dilebarkan dan tangannya menjangkau sandaran sofa. Bu
Siska menunduk dan tampaklah belahan vagina wanita paruhbaya itu
menganga ke belakang. Sejenak aku sempatkan untuk menjilatinya, tak
tahan dengan pemandangan yang menggoda birahi itu.
?aaaduuuhhh sayaaang, ayo dong masukiiin, ntar ibu keluar lagi lho??
aku
tak menjawab, tapi langsung meraih pinggulnya dengan tangan kanan,
tangan kiriku mengarahkan kepala penisku menuju liang vagina yang merah
itu dan sreeeeppp?.
?uuuuhhhh?..kocok yang keras sayang, ibu mau yang keras aaaahhhhhh,?
aku
menuruti apa maunya, kusodok sekuat tenaga, kutarik hingga hampir
lepas, Bu Siska memundurkan pantatnya seperti tak mau melepaskan
penisku, tancap lagi terus begitu berulang-ulang sehingga menimbulkan
decakan yang cukup keras, plaak..plak?plak?plak?sreeepp?..
plaak?.sreeep?crreeekkk?.ada sekitar sepuluh menit kami melakukannya
dengan posisi itu sampai ibu bilang lelah berdiri. Kuminta ia duduk
santai dan bersandar di sofa lalu dengan segera kukangkangkan kakinya
dan segera menusuk keras dalam posisi setengah berdiri. Tanganku sibuk
dengan kedua buah dada besar itu. Sesekali aku menunduk agar dapat
menjangkau susunya untuk menyedot. Bu Siska mendesis dan mendesah
kegirangan. Cairannya semakin membanjir.
?Aooooohhhh?.yessshhh?yeeesss?yesss?genjooot yaaang kerasshhh saayaaang,?
?ooouuhhh buuu?.iiiibuuuuu?.aaauuhhh ennnnaaaakhhhnyaaaahhh?ssshhhh, saaa yaaa?.hhhhaaaaaahhh haaaammmmpiiirrr ooouuffff???,?
?iibuuuu
juuuuhhhhhggggaaaaa aaaahhhhh haaampiiirrr saaaaa?..yyyyaaaaangg?aaahh
yyeeeesss?.oooohhhh niiikkkmaaaattttnyyyaaaahhhhh?yeeessss..yeeesss,ye
eesss,?
selama sepuluh menit kemudian akupun mulai tak dapat menahan, sarafku menegang, meluncur ke satu titik di ujung penis, dan?
?oooooohhhhhhhhh?????.,?
aku rebah menimpa ibu dan memeluknya, mengujamkan kemaluanku
sejadi-jadinya. Mentok didalam sana hingga dasar liang vagina ibu dan
berteriaak panjang.
?aaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaa????hhhhhhhh???????.yeeeee
esssshhhhh??.keluuuu aaaarrrrr???buuuuuu?..oooohhhhh?yeeeeshhhhh?oooooo
oooooohhhhhhhhhh,? aku berteriak histeris sambil menyemprotkan banyak
sekali cairan sperma kedalam vagina Bu Siska. Ia pun demikian. Kakinya
menjebit keras, tangannya menjambak rambutku dengan geras, dan giginya
mengatup rapat.
?hhhhhhhhhhaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaa
aaaaaahhhhhh iiiiibuuuuu juuuu
gaaaaaaaahhhhhh?keeeellluuuuuaaaarrrr..laaaaggggii
ihooooooohhhhhhhh?yeeeshhhhhh?..,?
Ibu mendekapku erat, aku ambruk keatas tubuh montok ibu angkatku itu. Kami sibuk mengatur nafas masing-masing.
Pelan-pelan kulepaskan penisku yang mulai melemas, Bu Siska masih memejamkan mata, kelelahan rupanya.
?Luar biasa sayang!!?
?Trims
Bu, ibu juga luar biasa nikmat?.? aku menciumnya, lalu beranjak
memunguti pakaian kami yang berserakan, kutumpuk diatas meja tamu
ruangan.
?Mau kemana sayang??
?mandi, Bu. Penat,?
?ibu boleh ikut??
?Boleh,? aku mengulurkan tangan dan membimbingnya ke kamar mandi.
?Kamu tadi benar-benar hebat,? tak habisnya dia memuji.
?Pasti
kalau sama Rani, bisa lebih dari itu ya?? seketika Bu Siska menyebut
nama istriku, aku jadi tersadar apa yang aku lakukan tadi.
?Bu? Please?.jangan sebut nama Rani dulu, saya masih shock,?
?Eh
iya, maaf?.. Ibu juga nggak ngerti kenapa kita bisa seperti ini ya?
Mungkin ibu yang terlalu sayang sama kamu sehingga ibu lupa kalau kamu
adalah suami anak ibu,? katanya meralat sambil memberiku ciuman.
?Nggak
apa-apa Bu, saya juga tadi salah nggak bisa menahan nafsu, bagaimana
kalau Rani tahu hal ini?? kami masuk ke bathtube yang sudah terisi air
hangat. Sambil berendam dan menyabuni tubuh montok Bu Siska.
?ibu mau
terus terang sama kamu, Bud. Tapi jangan marah ya? Ibu harap kamu mau
memenuhi permintaan ibu ini,? katanya, tangan Bu Siska menggenggam
penisku yang menyisakan sedikit ketegangan pasca klimaks tadi. Sementara
tanganku asik mempermainkan buahdadanya, bukan menyabuni, tapi
meremas-remas. Gemas aku dibuatnya karena bentuk dan ukurannya.
?Mana mungkin saya marah sama ibu, ibu kan sudah sedemikian baik sama saya. Apa mungkin saya akan menolak keinginan ibu??
?Tapi ibu mau ini datang dari hati kamu tanpa paksaan, Bud.?
?Tentang apa sih, Bu??
?Tentang kita,?
?Maksud ibu??
?Bud??,?
kini ia meraih tubuhku sehingga posisiku jadi mendudukinya, ibu
memangku aku yang bersandar di dada bersusu besar itu. Aku menurut saja.
?Sejak
ibu punya masalah dengan mantan suami, ibu sangat mendambakan kehadiran
pria yang benar-benar menyayangi ibu dengan tulus dan ihlas. Beberapa
kali sejak mengetahui sumai ibu berselingkuh dengan wanita lain, ibu
juga menjajaki kemungkinan untuk mencari pengganti. Tapi apalah mau
dikata, tiga orang yang pernah berkenalan dengan ibu tak satupun
memenuhi syarat lelaki yang setia,?
Aku diam saja tak berani memotong. Takut ibu tersinggung.
?Dan
semenjak mengetahui kamu dan Rani sudah berhubungan jauh layaknya suami
istri, ibu jadi semakin merasakan kebutuhan akan pria. Akhirnya ibu
mengamati kehidupan kamu. Ibu mempelajari semua celah kehidupan kalian
dan menemukan bahwa kamulah tipe lelaki yang paling sempurna di mata
ibu.?
?Jadi Bu? Apakah ibu akan memisahkan kami?? sergahku.
?dengar
dulu sayang, ibu tak bermaksud sejauh itu, hanya saja, ibu ingin kamu
juga membagi kasih sayang itu sama ibu,? ia mempererat pelukannya. Aku
masih terdiam tak bereaksi.
?ibu juga tak ingin merusak hubungan kalian atau melukai perasaan anak ibu sendiri,?
?lalu apa yang harus saya lakukan Bu??
?untuk sementara, sebelum ibu menemukan cara terbaik, kamu mau kan merahasiakan hubungan kita ini dari istrimu??
?iya Bu, itu pasti, mana mungkin saya bisa mengatakan hal ini pada Rani, bisa bubaran saya?.,?
?itulah sebabnya kenapa ibu mau kamu tinggal di Jakarta menemani ibu, terus terang ibu sangat memerlukan kamu, Bud,?
sesaat
kemudian kami terdiam, aku memikirkan hal ini. Aku memang sayang pada
Rani, ia cinta pertamaku, orang yang membawaku kedalam dunia kedewasaan
dan kami sudah bertekat akan menjalani kehidupan rumah tangga setamat
Rani kuliah nanti. Tapi aku juga tak mengelak kenyataan bahwa pesona dan
kecantikan calon ibu mertuaku ini begitu hebatnya, saat ini aku bahkan
tak mau memikirkan hubunganku dengan Rani. Yang ada dalam benakku
hanyalah mereguk kenikmatan dari Bu Siska seperti ang barusaja kami
lakukan, aku bahkan tak ingin ritual nikmat ini berakhir cepat. Betah
sekali rasanya berada dalam pelukan wanita paruhbaya ini. Dan yang
terpenting adalah, bagaimana lagi aku harus membalas kebaikan Bu Siska
yang telah membawaku kedalam kehidupan seperti saat ini.
Saat aku
tersadar dari lamunan, tangan bu Siska telah menggenggam batang penisku
yang kembali tegang. Barangku yang satu itu memang cepat sekali bangun,
apalagi yang menyentuhnya adalah wanita idamanku ini.
?ibu mau lagi?? aku menatapnya,
?hek eh?.,? ia mengangguk senang.
?ngga disisain buat Rani??
?hmmm,
ibu tahu kamu mampu sampai enam kali sehari, jadi ibu yakin, sesampai
di rumah nanti, pasti kamu main lagi sama istrimu, iya kan??
?koq ibu tahu sih??
?kan sering ngintip kamu ama Rani?..,?
?haah? Jadi? Ibu lihat apa aja??
?banyak, dari gaya kalian, samapai berapa lama dan berapa kali sehari?,?
Gemas
juga aku dibuatnya, dengan sekali gerak aku berbalik menghadap ibu dan
langsung menyerbu buah dadanya, ibu menjerit, aku tak peduli
?aaaampuuun geliii sayaaang, aaauuuhhh??.,?
?rasain! Ini untuk ulah orang yang suka ngintip,?
Kukenyot
keras buah dadanya bergiliran, kiri, kanan, kiri, kanan terus begitu,
sampai menimbulkan bercak merah cupang mulutku. Bu Siska hanya bisa
kelonjotan sambl teriak-teriak.
Kupaksa ibu berdiri membungkuk, lau
dengan segera setelah kudapati liang vagina merah itu terkuak, langsung
kucoblos dan bleeessss?..aku segera mengocok keras. Bu Siska semakin
kelonjotan. Sengaja kubuka kran shower, kami main sambil berdiri
ditengah guyuran air. Ahhhh nikmatnya ibu angkatku.
Dan seperti
sebelumnya, aku keluar setelah membuatnya orgasme dua kali. Kemudian
kami kembali ke ruang kerjanya, setelah mengeringkan badan, dengan mesra
aku membantu Bu Siska mengenakan pakaian kerja jas biru tua dan rok
bawahan berwarna putih itu. Entah kenapa, ketika hendak membantunya
memasang CD, ibu menolak dan langsung membantu memasangkan pakaianku
yang tercecer di meja kerjanya.
?dasar maniak, lutut ibu rasanya mau patah,? gerutunya dengan wajah lucu.
?siapa yang mulai ayo?? jawabku sekenanya sambil meremas buah dadanya.
?iiihhhh ngeriiii??,? Ibu menjerit kecil saat tangannya balas menggenggam punyaku.
?tahu rasa!!!? aku mengecupnya.
Bu
Siska melangkah kedepan cermin lebar dan merias kecil wajahnya disana,
kupandangi wanita itu dari belakang. Luar biasa! Tubuh yang kini
terbungkus rapi pakaian kerja itu tampak begitu ?menghebohkan!?, masih
kuat bayangan bagaimana sesaat yang lalu aku menggumulinya, menindihnya,
menggoyangnya, menusuk-nusukkan penisku dalam vaginanya yang oh my God,
luar biasa nikmat! Tak sadar bayangan vulgar dibalik gaun itu kembali
mengundang gelak birahiku. Niat nakalku muncul, bagaimana sensasinya
kalau sekarang kusetubuhi Bu Siska dengan tanpa melepas penutup tubuhnya
itu? Ah rasanya pasti lebih nikmat, dan tanpa penetrasipun vaginanya
masih becek oleh dua kali tumpahan spermaku yang menyembur sepuluh menit
yang lalu?
?Buu?..,? panggilku
?hmmm?? ia menoleh, ah cantik sekali.
Aku
mendekat dan memeluknya dari belakang, kutuntun ia berjalan kearah meja
kerjanya. Sampai disana ibu masih belum sadar apa yang akan aku
perbuat.
?apa an sih sayang??
aku tak menjawab, sebelah tanganku
sudah berhasil melorotkan celana dalamku sampai atas lutut. Dan dengan
sekali dorongan lembut, posisi ibu yang membelakangiku menjadi
membungkuk dengan tangannya bertumpu pada meja. Dan sebelum ia sempat
tersadar dari ulah usil itu, aku sudah dengan secepat kilat menyingkap
rok putihnya, dan yessss!!! Cdnya belum ia pasang sehingga aku langsung
menempelkan penisku di bibir vagina Bu Siska yang masih saja mengalirkan
cairan sperma sisa tadi. Breeesss?.creeepppp?..
?aaaooooooowww??Budiiiiiii?.aaaaahhhhhhhhhh,?
jeritnya histeris saat tanpa memberinya kesempatan aku langsung
menggenjot maju mundur.
?oooouuuufff?.aaahhhh?ahhhhh?..ahhhh?aahhhh,
kkaaamuuu naaakaallll??.oohh yessss?.mmmmmmm?.aaahhhhh?..aaammmpuuunnnn
tuhaaannn?.. Buuuudiiiii aahhh ibuu nggaaakkk aaaaahhhh ngggaaak
kuuuuaaaattt?..laaagiiiiiihhhhh??,? Bu Siska terus menjerit, tapi tak
mampu menolak goyangan pinggulku yang menghempas di permukaan pantatnya
yang semok itu. Tanganku kedepan dadanya, meraih buah dada yang kini
masih terlapis pakaian dan BH itu.
?Ibu cantik sekali dengan baju dan
rok kerja ini, saya jadi terangsang lagi, nikmati saja bu,? aku
memberikannya sejenak jeda untuk mengatur nafas.
?oohh uuuufff?awas kalau nanti Rani sudah tak lagi di rumah, kamu harus melakukannya dengan ibu enam kali sehari juga,?
telapak
tanganku menyusup lewat celah Bhnya, meremas disitu dan bergoyang maju
mundur lagi. Kali ini dengan tenaga yang lebih kuat lagi sehingga bunyi
keciplak pertemuan pangkal pahaku dan daerah sekitar vagina itu semakin
terdengar nyaring.
?oooohhh?.ssshhhh?yeeessshhh?mmmmhhh??enakhhh
sayaaangg teruuussss oooh hhhh?.ssshhhh?..genjot yang keras sayang
oooohhh ibu mau sampai saaaayyaaangggg?..uuu uuuuuhhh?.mmmmmm
aaahhhh?..setubuhi ibu dengan kerasshhh sayaanggg ooohhh nikmaat
nyaaaahhh?.oooohhh yessss yessss yessss yesss?..genjot sayang ayo
teruuussss awas jangan lepaskan punyamu sayaaaaaaaaaaaangggg
aaaaaahhhhh?.ibuuuu hammmmpiiiiirrrr?.,? vaginanya terasa menjepit
nikmat hingga beberap menit kemudian terasa rahimnya menyembur.
?oooooooohhhhhhhh??.yeeeeessss ibuuuu keluuuaaarrrrrrrrr aaaahhhhhhhhh, aaahhhh aahhh keluuuaaarrrr?.ooohhhh??,?
aku tak ingin berlama-lama lagi dan dengan penuh semangat aku berkonsentrasi agar secepatnya juga orgasme.
?sayaaaa
juga buuu oooohhh saya jugaaa aaahhhh aaaahhhh?..aaaaaaaaaaaaahhhhh,?
akhirnya beberapa kali semprotan yang keras dalam liang rahim Bu Siska
mengahiri pertahananku. Kupeluk Bu Siska dan menuntunnya ke sofa.
Crooopp?..lepas sudah penisku dari liang nikmat ibu angkatku itu, aku
terduduk, Bu Siska mengambil CD yang tadi ia kantongi.
?kan ada tissue Bu??
?nggak sayang, ibu mau simpan bekas spermamu di CD ibu ini, supaya kamu nggak bisa lupa sama ibu, hihihi?..,?
?ibu bisa aja,? aku menciumnya. Ibu membalas dan kami berdekapan lama sekali.
Jam
telah menunjukkan pukul 4 sore. Tak terasa sudah 3 jam lebih kami
bermain. Aku lelah sekali. Kami santai sejenak minum energy drinks dari
minibar Bu Siska. Tiba-tiba Hpku berdering, kulihat nomor Rani di
monitor.
?iya say??
?nggak ini aku baru nyampe di kantor ibu, aku
numpang ibu aja, kebetulan ibu minta bantuan buat beli tinta printer
tadi, Jadi aku mampir ke Com center dulu,? seperti dugaanku, Rani pasti
penasaran dan menelpon karena tak biasanya aku belum pulang sore hari.
?Iya, ntar aku pesan sama ibu, kamu sehat kan say??
?Iya, I love you too, daaaahh,? kututup HP.
?Yeee?mesranya, Ibu jadi cemburu,? goda Bu Siska.
?Eh, bu. Rani pesan sate senayan tuh, ngidam katanya,? candaku.
?Wuiiihh?.kamu pintar banget bo?ongnya? Kemarin kan Rani datang bulan, masa sekarang ngidam, weeekkk,? Ibu mengejek.
?Iya iya tapi sate senayannya beneran lho,?
?Ok, deh. Ntar kita mampir ke resto, yuuk dah sore nih, ntar istrimu cemberut lagi,? Ibu menarik tanganku ke arah pintu.
Ternyata
benar juga kata Bu Siska kalau aku ini memang hiper! Buktinya waktu di
mobil, padahal aku Cuma ngelirik betisnya aja sudah langsung on! Jadi
sepanjang jalan ke rumah, aku dipelototin terus oleh Bu Siska yang takut
kalau mang sopir yang duduk di depan itu curiga pada ulah tanganku yang
suka menyusup ke selangkangan ibu.
Sampai dirumah, aku masih ?on?
gara-gara terangsang betis Bu Siska. Ketika Rani membuka pintu kamar,
aku langsung menerkam dan menggumulinya. Dan jadilah aku bertempur untuk
keempat kali dalam sehari ini. Luarbiasa, spermaku masih sanggup
membanjiri vagina Rani sehingga ia tak curiga samasekali kalau sebagian
besar spermaku sudah tumpah dalam rahim ibunya dari siang sampai sore
ini.
Dua minggu kemudian, aku dan Rani membuat kesepakatan
tentang study kami. Tepat seperti yang diinginkan Bu Siska, aku tetap di
Jakarta dan Rani menyusul Mbak Rina ke London. Otomatis hari-hari
sebelum keberangkatannya tiba, aktivitas seksual kami meningkat tajam,
setiap pulang sekolah, aku dan Rani langsung mengurung diri di kamar.
Kami menumpahkan semua hasrat yang ada. Ibu malah sengaja menjadwalkan
diri keluar daerah, sehingga di rumah hanya ada aku dan Rani. Lainnya
para pembantu yang tinggal di kamar belakang kebun rumah kami. Jadi
selama dua minggu itu pula aktifitas seks ku dengan ibu jadi tidak ada.
Sebelum pergi ke luar kota, ibu malah berpesan agar aku puas-puasin dulu
dengan Rani karena kami tak bisa mengantarnya ke London. Aku harus
sibuk mengurus pendaftaranku di Universitas Indonesia.
Hari terakhir
menjelang keberangkatannya, aku dan Rani melakukan persetubuhan yang
begitu romantis. Kami berdua berjanji akan memelihara benih kasih
sayang. Rani malah bilang hanya kematian yang dapat memisahkan kami. Aku
terharu sekali, sekaligus merasa berdosa padanya. Bagaimana tidak,
sejak pertamakali bersetubuh dengan ibunya aku hampir setiap minggu
pagi, saat Rani olahraga, Bu Siska selalu minta ?jatahnya?. Aku bingung,
satu sisi aku menyayangi Rani sebagai istriku, tapi disisi lain harus
juga kuakui bahwa pesona dan kasih sayang Bu Siska padaku juga tak dapat
kutolak. Sentuhan hati dan tubuh wanita paruhbaya itu begitu membutakan
mata hatiku. Namun sebagai manusia yang pragmatis, aku jalani saja
keduanya. Mereka punya kelebihan masing-masing, Rani punya kemaluan yang
menjepit sedangkan Bu Siska punya permainan yang kreatif, vagina
empot-empot. Dua-duanya menyayangi aku.
Hari minggu sore, Aku dan Bu
Siska mengantar Rani ke Bandara. Dalam perjalanan, Rani seperti tak mau
melepaskan pelukannya padaku. Dan saat memasuki ruang tunggu
keberangkatan, ia menciumku sambil menangis. Setelah juga mencium
ibunya, Rani berlalu sambil menunduk, aku melambaikan tangan hingga Rani
menghilang dibalik pintu garbarata.
Sampai hari ketiga sejak
kepergian Rani, aku mencoba mengurangi perasaan gundah dengan
menyibukkan diri, jadwal pendaftaran mahasiswa baru cukup membantu. Ibu
membelikan aku sebuah BMW yang kukendarai sendiri kemana-mana. Siang
setelah acara pendaftaran, aku berkunjung ke rumah teman-teman SMA
seangkatanku. Sore hari aku pulang dan biasanya langsung menyendiri di
kamar, memandangi foto-foto Rani dan aku yang memenuhi beberapa sisi
kamar kami. Aku jadi banyak melamun di malam hari, padahal ujian tes
masuk perguruan tinggi tinggal seminggu lagi. Bu Siska seperti mengerti
kalau perasaan sedihku bulum habis, ia tak mau menggangguku. Kami hanya
ngobrol waktu sarapan pagi, sebelum ia pergi ke kantor. Tapi
lama-kelamaan aku jenuh juga, kupikir tak ada gunanya sedih
berkepanjangan.
Malam keempat, aku mencoba turun ke lantai dua,
ke kamar ibu. Kulihat ia telah lelap tertidur pulas. Lelah dari seharian
bekerja rupanya, aku mencium bibirnya. Kupandangi wajah manis yang kini
tertidur lelap itu, cantik, elegan dan begitu menggoda birahi.
Perempuan sempurna dengan buah dada besar yang telah berulangkali
memberikan kepuasan seks berbeda dari apa yang kudapatkan dari anaknya.
Yah, anaknya, anak yang lahir dari rahim melewati vagina yang begitu
nikmat, yang terus terang saja mungkin terindah bentuknya dengan hiasan
bulu-bulu lebat pertanda pemiliknya berlibido tinggi, bersih dan tentu
saja terawat. Selalu mengundang nafsu untuk menyentuhnya, menmpermainkan
jari di celahnya, menjilatnya dan memasukkan penis kedalamnya.
Huuuhhhh?aku jadi tegang sendiri. Kubaringkan tubuhku di depannya,
langsung mendekap. Ibu belum bereaksi ketika aku juga menyingkap selimut
tebal itu, kupeluk tubuh bongsornya sambil menggesek-gesek buah dadanya
yang hanya berlapis baju tidur tipis itu. Dengan lembut aku mengecup
bibir sensual Bu Siska.
?mmmmm?..hhuuuufff?,? ibu membuka mata tersadar akibat ciumanku tadi. Ia balas mencium dan memelukku.
?belum tidur sayang??
?Ngga bisa tidur, Bu??,?
?iya
ibu ngerti??.., jam berapa ini?? tangannya menggapai switch lampu kamar
di samping tempat tidur. Dan jelaslah sudah pandanganku. Bu Siska
dengan baju tidur sebatas dada kini tergolek semakin merangsang.
Kemaluanku sudah tegang dari tadi, sejak melihat buah dada ibu yang
putih mulus dan besar itu. Aku langsung menjamahnya, melepas tali
pengikat daster itu dan uhhh?.seperti bayi yang kehausan, aku langsung
menetekinya.
?kamu suka sekali susu ibu, sayang?? Bu Siska membelai
kepalaku dengan lembutnya. Aku tak mampu menjawab, karena mulutku sibuk
menggilir payudaranya kiri dan kanan.
??ssssshhhhh?..mmmmm?..,?
desisan Bu Siska mulai terdengar. Keciplak bunyi mulutku yang menyedot
putting payudaranya berpadu suara nafas ibu yang mulai memburu.
?tumpahkan
semua nafsumu sama ibu, say. Malam ini ibu akan layani kamu sampai kamu
benar-benar tidak mampu lagi?.uuuhhhh?ssshhhhh?.ooouuuhhhh?..,?
Akhirnya
memang pesona dan keindahan tubuh Bu Siska mampu membawaku menjauh dari
ingatan kepada Rani. Wanita paruhbaya itu kini benar-benar bak dewi
asmara yang membutakan nurani. Tubuh bongsor dengan payudara besar itu
terus mengundang lidah dan mulutku untuk menjelajahi centi demi centi
setiap permukaannya yang lembut dan halus. Sementara pemiliknya seperti
tak mampu mengeluarkan suara selain rintih dan desah nikmat yang terus
saja mengundang birahiku untuk meraup semua kenikmatan seksual darinya.
Bahkan ia yang jauh hari sebelumnya kutahu adalah wanita penuh sopan
santun dan cenderung sedikit aristokrat , kini tak tanggung-tanggung
lagi mengeluarkan semua kosa kata jorok untuk sekedar mengimbangi
kenikmatan dari permainan haram antara anak dan ibu angkatnya ini.
?Oooouuhhhh
yeesssshhhh?..jilaatinnnnn?memeeekk?.ibuuuu sayaaang?oooohhhh
geliiiinyaaa?.ooouuhhh yessss?.tussssuuuukkk deeeengaaannn aaahhh
jariiiihhh kamuuuhhh sayaaangggg oooohhhhh?.koooocooookkkkk?.hhhhhhhhhh
ooouuuuhhhhh??kamuuuhhh senaaaaangggg?.memeeeekkkk uuhhhh ibbuuuu
saaaayaaaaangg?.hhhhh??
?iyaaaahhh?buuuu,? srupppp?..aku asik menjilati bibir vagina berdinding merah itu.
?ooohhhh?..yyyaaaahhhh?iiiyyaaaahhh?..mmmmmmhhhhhh
??..ibuuuuhhhh mauu uuuhhh?.
Keluuu?.aaarrrrkkkkk?.aaahhhh?..sedooootttt?.memee ekkk?kuuuuuhhh ooohh
seddddooootttthhhhh aaahhhh?..ennnaaaakkkhhhh sayaaaaangggg???.,? ibu
menjerit histeris, pertanda orgasmenya tiba. Padahal baru 10 menit saja
aku menjilati kemaluannya.
Mungkin sedotanku yang keras dan
bertubi-tubi pada clitorisnya yang menyebabkan ibu secepat itu. Pahanya
menjepit kepalaku keras, sampai sesak nafasku dibuatnya. Hanya sesaat,
lalu melemah dan aku kembali dengan perlahan menjilati cairan yang
mengalir dari rahim ibu, kutelan habis seperti orang yang kehausan.
?oooohhhh?.sayang, ibu nggak tahan, maaf ya? Sekarang giliran ibu yang memuaskan kamu. Sini sayang, ibu mau coba penis kamu?..,?
?iiihh
ibu, jorok ngomongnya!? sahutku sambil mencubit. Tapi aku tak menolak
saat ibu meraih batang kemaluanku mendekat ke arah wajahnya, kini aku
berdiri di lututku, menyodorkan penis besar dan keras itu ke wajah ibu
yang sudah menganga. Kedua tanganku malah berpegangan pada kedua belahan
dada yang empuk itu. Sambil meremas-remas lembut.
?kan sekarang ibu
istri kamu??hmmm?? ibu langsung menyambut dengan mengulum batang itu,
mengocok dengan jari-jari lentiknya dan ?.
?aaaaaaaaauuuh ibuuuuuuhhhh?.ennnaaakkkkhhh,?
sreeppp?..prrrrrtttttt?..clik clik clik bunyi penisku yang disedot mulut seksi Bu Siska.
?ooouuhhh?buuuuhhhh?ennaaakkk?.oooohhhhh??ibuuuuhh
hh?..hhhhhh?..yes sshhhhh??.hhhhhhaaaaaaaooooooohhhhhh?.yeeesssss??.
ooohhhh?seddoooottthhhh tee ruuuusssshhhhhh
buuuuu?.ibuuuuuhhhhiiiiibbbuuuuuhhhhhoooohhhhhhh,? jeritku tak henti
menikmati permainan lidah ibu yang menggelitik permukaan tepat di bawah
kepala penisku. Tanganku semakin keras pula meremas buah dadanya. Aku
berteriak